Adonara - Wikipedia, the free encyclopedia
https://en.wikipedia.org/wiki/Adonara - Terjemahkan laman ini
Adonara is an island in the Lesser Sunda Islands of Indonesia, located east of the larger island of Flores in the Solor Archipelago. To the east lies Lembata, ...
Sejarah lokal di Adonara didokumentasikan dari abad ke-16, ketika Portugis dan pedagang misionaris mendirikan pos di pulau Solor. Pada saat itu Adonara dan pulau-pulau sekitarnya dibagi antara populasi penduduk pesisir yang dikenal sebagai Paji, dan populasi terutama menetap pedalaman pegunungan yang disebut Demong. The Paji rentan terhadap Islam, sementara Demon cenderung jatuh di bawah pengaruh Portugis. Daerah Paji di Adonara berisi tiga kerajaan, yaitu Adonara yang tepat (berpusat di pantai utara pulau), dan Terong dan Lamahala (di pantai selatan). Bersama dengan dua kerajaan di Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka merupakan liga yang disebut Watan Lema ("lima pantai"). The Watan Lema bersekutu dengan Perusahaan India Timur Belanda (VOC) pada 1613, dikonfirmasi di 1646. The Adonara kerajaan memiliki sering permusuhan dengan Portugis di Larantuka di Flores, dan tidak selalu taat kepada pemerintah Belanda.
Dalam perjalanan abad kesembilan belas, penguasa Adonara (tepat) di utara memperkuat posisinya di Solor Nusantara; saat itu, ia juga tuan bagian dari timur Flores dan Lembata. Daerah Demong berdiri di bawah kekuasaan raja dari kerajaan dari Larantuka, yang pada gilirannya berada di bawah kekuasaan Portugis sampai 1859, ketika itu diserahkan ke Belanda. Pemerintah-pemerintah dari Larantuka dan Adonara (tepat) dihapuskan oleh Indonesia pemerintah pada tahun 1962. Beberapa pasca kemerdekaan pejabat setempat melacak akar mereka ke penguasa masa lalu, yang disebut raja, Adonara (tepat). Ini termasuk:
penguasa yang tidak diketahui
Menurut sejarah lokal, keturunan dari raja-raja Adonara ini adalah termasuk:
Geografi
Pulau Adonara adalah bagian dari Indonesia Kabupaten dari Flores Timur. Hal ini dapat dicapai dengan pesawat dari Jakarta ke Kupang, maka dengan feri ke Larantuka, kemudian dengan perahu.
Pusat administrasi Adonara adalah kota Waiwerang.
^ Monk, KA; Fretes, Y .; Reksodiharjo-Lilley, G. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara dan Maluku. Hong Kong: Edisi Periplus Ltd p. 8. ISBN 962-593-076-0.
Referensi Sunting
P. Arndt (1938), 'Setan und Padzi, mati feindlichen Brüder des Solor-Archipelags', anthropos 33.
Robert H. Barnes (1995), 'Lamakera, Solor: Ethnohistory dari Muslim Whaling Village Indonesia Timur', anthropos 90.
Robert H. Barnes (2004), 'Pembunuhan Sengaji Begu: Sebuah titik balik dalam keterlibatan Belanda di Solor Nusantara', Masyarakat Indonesia 30: 2
Benno M. Biermann (1924), 'Die alte Dominikanermission auf den Solorinseln', Zeitschrift für Missionswissenschaft 14.
Arend de Roever (2002), De Jacht op sandelhout: De VOC en de
tweedeling van Timor di de zeventiende eeuw. Zutphen: Walburg Pers.
CERITA LOKAL :
Triple Delapan: Asal Usul Adonara http://santipelu888.blogspot.com/2013/05/asal-usul-adonara.html?spref=tw
dolulolong: Pelestarian Sejarah & Kebudayaan Dolu
dolulolongarea.blogspot.com/.../pelestarian-sejarah-kebudayaan-dolu.html
5 Feb 2010 - Maka bagi kerajaan-kerajaan domestik lain yang bersekutu dengan Belanda ... yang hadir, tiap kali disusun batu tetap runtuh kecuali dari kampung Leu ... Riang Bara' Marisu' beristrikan Ema' Hering asal dari Boleng – Adonara. ... untuk menguasai pemerintahan sipil juga bersekutu dengan raja Sagu.
KERAJAAN ADONARA
Kerajaan adonara adalah salah satu kerajaan islam tertua di Indonesia timur berdiri sekitar tahun 1650an sampai 1961.
Raja- raja Adonara adalah raja-raja dari klan sengaji, serabiti dan percampuran antara turunan Enga larantuka . Pada masa jayanya kerajaan ini sering berhubungan dagang dengan Gujarat india dan cina. Salah satu bukti jejak perdagangan ini yaitu masih banyaknya gading gajah di pulau adonara.
Untuk wilayah kerajaannya, dapat dilihat dari salah satu archive yg ada di Leiden University Library
https://fbcdn-sphotos-a.akamaihd.net/hphotos-akash3/564042_3611779610220_919589267_n.jpg
Untuk silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di adonara dapat dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Adonara .
berikut adalah foto salah satu raja adonara (kamba Begu) saat bersama raja Lampung (lampong) pada tahun 1889
https://plus.google.com/u/0/photos/106957762486592499329/albums/5765826945343100241/5771547789718640114
Lainya adalah foto raja adonara bersama staf pemerintahan diatas sebuah kapal sekitar tahun 1907, latar belakang dapat dilihat gading gajah sebagai salah satu barang bawaan
https://plus.google.com/u/0/photos/106957762486592499329/albums/5765826945343100241/5771547623328435186
Keputusan Gubjen Hindia belanda No.29, staatsblad No. 529/1938 tanggal 14 september 1938, Kerajaan Lamahala, Terong, Dan kerajaan Lohayong termasuk dalam daerah Enclaf kerajaan Adonara sebagai swaparaja adonara dengan onderafdeeling di Ende yg merupakan bagian afdeeling flores dari keresidenan timor (http://www.nttprov.go.id/ntt_09/index.php?hal=sej). Dapat di cek juga pada UU darurat RI No. 1 tahun 1951.
Untuk wilayah witihama, klubagolit dan sekitarnya mungkin lewat foto ini dapat kita ketahui hubungannya. Ini ada foto perdamaian perang antara witihama dan sukutukan dimana di pimpin oleh raja Adonara terakhir yg saat itu berkedudukan sebagai kapitan Adonara sekitar tahun 1961. https://plus.google.com/u/0/106957762486592499329/posts/DUx3TpkjCHX
Sampai tahun 1960an, daerah kerajaan adonara( meliputi berberapa haminte (adonara keseluruhan, solor, lebala, lembata dan tanjung bunga) berada dibawah tanggung jawab kapitan adonara(raja adonara terakhir) sebagai kepla swapraja adonara.
Foto berikutnya ini adalah foto dimana kapitan adonara menyambut kedatangan duta besar vatikan di pelabuhan waiwerang tahun 1976.
https://plus.google.com/u/0/106957762486592499329/posts/UHkGCojdQrZ
Pusat kerajaan adonara dari tahun 1650-1800 an adalah di desa adonara. namun sempat pindah ke sagu sekitar 1830 an. Semenjak 1932, pusat kerajaan di pindah ke waiwerang sampai dengan tahun 60 an saat status haminte adonara dinaikan menjadi swapraja dan saat pemerintah republic Indonesia serikat mengambil alih kerajaan adonara pada tahun 1962.
Untuk tulisannya masih sedang di kumpulkan oleh Forum Keraton Nusantara. Namun sedikit informasi dapat dilihat pada ;
. * T.C.K. Hagenaar, ’Beknopte gegevens betreffende het patrouillegebied v.h. detachement te Larantoeka, omvattende Larantoeka, Adonara, Solor en Lomblem’ (c. 1934), KIT 1300, Nationaal Archief, The Hague.
* R. H. Barnes, ’The murder of Sengaji Begu: A turning point in Dutch involvement in the Solor Archipelago’ (Masyarakat Indonesia 31:1 2005).
Untuk situs kerajaannya dapat dilihat pada
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.3274453234261.2114903.1655344190&type=3
Sedikit informasi ini semoga bisa membantu.
Ulasan Catatan Lepas Junaidy Bantel.
Memang dari awal sejak suku-suku mulai bermunculan di Adonara baik itu Ile Jadi, Woka Jadi, Rera Wulan Lodo, Bao Beto maupun istilah lainnya mereka itu membawa properti-properti adat atau semacam pusaka seperti Nuba Nara (setiap suku pasti punya), Leo Kawi, dsb. Sesampainya di bumi Adonara, setahu saya dr sejarah yang diceritakan oleh orang-orang tua suku-suku tersebut semacam berlomba-lomba untuk "lela bulung" yang pada akhirnya menjadi tanah ulayat bagi setiap suku meskipun ada suku di Adonara yang tidak mempunyai tanah ulayat sejengkal pun. Setelah proses "lela bulung" ini dilakukan, lalu beralih ke "geto gerak" atau istilahnya tebang kayu/buka hutan. Buka hutan atau "geto gerak" ini pertama dilakukan untuk membuka kampung atau istilahnya awal mula berdirinya sebuah kampung (lewo tibu tawan).
Kemudian tanah hasil dari lela bulung yg dilakukan oleh suku/kolektif ini dibuka (geto gerak) lagi tetapi sudah bukan menjadi milik kolektif lagi tetapi sudah berorientasi pada aset keluarga. Sehingga pada tahap ini, proses "geto gerak" sudah dilakukan permasing-masing keluarga yang pada akhir acaranya di dikorbankan seekor kambing dan babi untuk istilahnya "bau reka" atau semacam persembahan/tumbal kepada kekuatan dinamisme. Dari tumbal itu, rahang kambing maupun babi itu dibawa ke Oring Bele untuk kemudian disangkutkan pada Ekeng di pondok tsb. Dari sini kita mulai mengenal istilah "mime morok" atau upeti tetapi dalam konteks adat yang berarti tanah garapan tsb berada dalam wilayah tanah ulayat suku bersangkutan.
Di samping tanah ulayat hasil "lela bulung" dari suku itu dibuka sendiri oleh orang-orang di suku tsb, tetapi juga dibuka oleh orang dari suku lain seiring berkembangnya dinamika migrasi/perpindahan dari 1 kampung ke kampung lain. Karena tidak mungkin tanah seluas itu dengan hutan dan pohon yang besar-besar dibuka sendirian oleh suku tsb. Di sinilah muncul istilah "limam beretep pe ongenem belen". Tetapi mereka ini tetap tunduk pada hak tanah ulayat suku yang melakukan "lela bulung" tsb.
Di samping itu, ada juga fenomena "soron nein" atau "toran loma" antara suku "tanah alape" dengan orang/suku pendatang, atau ada juga istilah "naan peten binen" sehingga tanah itu diserahkan ke saudari perempuan yang akhirnya dikuasai oleh keturunannya selanjutnya. Pada tahap ini bisa terjadi perbedaan penuturan sejarah sehingga di kemudian hari bisa menjadi penyebab konflik.
Seiring perkembangan dinamika global dengan munculnya sistem kerajaan, legitimasi kerajaan atas tanah milik suku (tanah alape) yang melakukan "lela bulung" pun terjadi. Orientasinya seperti yang Abang BBD uraikan pada tulisan yang satunya. Yang pada mulanya menguasai pasar akhirnya memperluas wilayah kekuasaannya ke pedalaman. Meskipun demikian, hak ulayat tanah alape tetap dihormati tetapi ditambah upeti ke pihak kerajaan. Pada tanah alape kita kenal dengan istilah "mimen morok".
Di sinilah terjadi kerancuan karena hak distribusi tanah akan semakin kabur. Ditambah intervensi asing ketika negara2 eropa mulai berdatangan ke nusantara. Di samping itu, tentu perang2 yang terjadi pada jaman dulu merupakan manifes sistem "devide et impera". Tetapi hak autentiknya tetap terletak pada tanah alape, tidak pada lewo alape, wewa alape, maupun pihak kerajaan.
Negara saat ini hanya istilanya menguasai tanah, bukan memiliki.
Sehingga dalam hal pendistribusian tanah negara sepertinya masih belum mempunyai dasar yg kuat, dia hanya menerbitkan sertifikat tanah atau sebatas mediator. Tetapi pengakuan kepemilikan tanahnya kan mutlak hak tanah alape. Istilah lain seperti wewa alape atau lewo alape saya kira tidak terlalu menyangkut masalah tanah ulayat ini.Sehingga dengan demikian, dapat saya katakan bahwa konsep Abang BBD yaitu dengan mengalihkan tanah menjadi milik komunal sangat sulit terwujud karena ini sudah melalui proses yg sangat panjang.
Apa iya mereka (masyarakat) setuju kepemilikan tanah yang sudah berlangsung selama berabad-abad dileburkan menjadi milik komunal? Ini saya kira mustahil.Masalah konflik saat ini saya kira akibat dari tidak adanya pengakuan terhadap tanah alape sebagai pemilik tanah ulayat. Sehingga terjadi klaim mengklaim, karang mengarang sejarah, manipulasi, dsb. Tetapi kita jangan lupa bahwa adat Adonara ini tidak mengenal ampun kalau kita bertindak ahistoris. Apalagi karena orientasi perut dan saku, nati bauk pana walet kelaket di goka ti matanet. Apalagi saat ini batas2 tanah ulayat semakin hari semakin kabur kalau tidak diceritakan kepada generasi selanjutnya secara murni, tidak ada selipan kepentingan.
https://en.wikipedia.org/wiki/Adonara - Terjemahkan laman ini
Adonara is an island in the Lesser Sunda Islands of Indonesia, located east of the larger island of Flores in the Solor Archipelago. To the east lies Lembata, ...
Sejarah lokal di Adonara didokumentasikan dari abad ke-16, ketika Portugis dan pedagang misionaris mendirikan pos di pulau Solor. Pada saat itu Adonara dan pulau-pulau sekitarnya dibagi antara populasi penduduk pesisir yang dikenal sebagai Paji, dan populasi terutama menetap pedalaman pegunungan yang disebut Demong. The Paji rentan terhadap Islam, sementara Demon cenderung jatuh di bawah pengaruh Portugis. Daerah Paji di Adonara berisi tiga kerajaan, yaitu Adonara yang tepat (berpusat di pantai utara pulau), dan Terong dan Lamahala (di pantai selatan). Bersama dengan dua kerajaan di Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka merupakan liga yang disebut Watan Lema ("lima pantai"). The Watan Lema bersekutu dengan Perusahaan India Timur Belanda (VOC) pada 1613, dikonfirmasi di 1646. The Adonara kerajaan memiliki sering permusuhan dengan Portugis di Larantuka di Flores, dan tidak selalu taat kepada pemerintah Belanda.
Dalam perjalanan abad kesembilan belas, penguasa Adonara (tepat) di utara memperkuat posisinya di Solor Nusantara; saat itu, ia juga tuan bagian dari timur Flores dan Lembata. Daerah Demong berdiri di bawah kekuasaan raja dari kerajaan dari Larantuka, yang pada gilirannya berada di bawah kekuasaan Portugis sampai 1859, ketika itu diserahkan ke Belanda. Pemerintah-pemerintah dari Larantuka dan Adonara (tepat) dihapuskan oleh Indonesia pemerintah pada tahun 1962. Beberapa pasca kemerdekaan pejabat setempat melacak akar mereka ke penguasa masa lalu, yang disebut raja, Adonara (tepat). Ini termasuk:
- Foramma, c. 1650
- Boli saya, c /Balawamma 1671-1684
- Susah payah/Eko 1684-1688 (dibunuh oleh orang-orang gunung)
- Gogok, c. 1702
- Wuring (saudara Eke), 1688-1719
- Boli II/Buli (putra Wuring), 1719-setelah 1756
penguasa yang tidak diketahui
- Jou, c.
- Lakabella Jou (anak Jou), c. 1832
- Begu, d. 28 Juli 1850 (dibunuh)
- Pela (ng) (anak Begu), 1850-1857
- Jou (saudara Pela), 1857-1868
- Kamba Begu (saudara Lakabella), 1868-1893
- Bapa Tuan (anak Kamba Begu), Raja sementara pada tahun 1893 selama 6 bulan
- Arkiang Kamba (Arakang;. Saudara Bapa Tuan, b 1866), 1893 atau 1894 - turun tahta 18 Desember 1930
- Bapa Ana (anak dari adik Kamba Begu), Bupati dengan judul Kapitan 1930 - 1 Desember 1935, dihukum penjara seumur hidup tahun 1935 dan dikirim ke Kupang
- Bapa Nuhur, (anak dari Gela, putra Bapa Tuan, b. 1915), 1941-1947
- Bapa Kaya, (anak dari Bapa Ana, d. 1954/12/01), Bupati 1947-1951
- Mohamad Eke (cicit dari Raja Jo, 1929 -. C 1985), 1951-1962, pertama disebut sebagai Pemerintah Asst selama pemerintahan Bapa Kaya dan juga Kapitan Adonara
Menurut sejarah lokal, keturunan dari raja-raja Adonara ini adalah termasuk:
- Foramma, sekitar 1650
- Balawamma, 1675
- Buli I, 1681-1682 (or 1691)
- Eko ... -1688, +(dibunuh oleh orang dari pegunungan) 1688. Saudara dari:
- Gogok 1702
- Wuring sebelum 1710-1719. (Putra dari Buli I dan ayah dari Buli II)
- Buli II 1719-setelah 1756
- Lakabella Jo 1832
- Begu ....-dibunuh pada 28 Juli 1850. Ayah dari:
- Pela(ng) 1850-1857. Saudara dari: (Lakabella?) Jo 1857-1868. Saudara dari: Kamba Begu 1868-1893. Ayah dari: Bapa Tuan, Raja sementara pada tahun 1893 selama 6 bulan. Saudara dari: Arkiang Kamba (Arakang) 1893(atau 1894?)- 18 Desember 1930, °c1866 Gela (mengambil alih kekuasaan ayahnya Bapa Tuan)
- Bapa Ama (Bupati dengan gelar Kapitan 1930-1 Desember 1935, ditahan seumur hidup sebelum 24 April 1936 dan dikirim ke Kupang. Putera dari saudara perempuan Kamba Begu)
- Raja Nuhung Bapa, 1915, setelah 1950. Putera dari Gela
- Bapa Nuhur, Bupati 1936/41-1940-an selama pemerintahan Raja Nuhung Bapa
- Raja Bapa Gela, 1905, +.....
- Bapa Kaya, Bupati 1940-an - 12 Januari 1954 selama pemerintahan Raja Bapa Gela
- Mohamad Eke (tidak mengambil gelar Raja 1954-19...., diangkat sebagai asisten selama pemerintahan Bapa Kaya dan juga sebagai Kapitan Adonara, °1929, 1985. cicit dari Raja Jo)
Geografi
Pulau Adonara adalah bagian dari Indonesia Kabupaten dari Flores Timur. Hal ini dapat dicapai dengan pesawat dari Jakarta ke Kupang, maka dengan feri ke Larantuka, kemudian dengan perahu.
Pusat administrasi Adonara adalah kota Waiwerang.
^ Monk, KA; Fretes, Y .; Reksodiharjo-Lilley, G. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara dan Maluku. Hong Kong: Edisi Periplus Ltd p. 8. ISBN 962-593-076-0.
Referensi Sunting
P. Arndt (1938), 'Setan und Padzi, mati feindlichen Brüder des Solor-Archipelags', anthropos 33.
Robert H. Barnes (1995), 'Lamakera, Solor: Ethnohistory dari Muslim Whaling Village Indonesia Timur', anthropos 90.
Robert H. Barnes (2004), 'Pembunuhan Sengaji Begu: Sebuah titik balik dalam keterlibatan Belanda di Solor Nusantara', Masyarakat Indonesia 30: 2
Benno M. Biermann (1924), 'Die alte Dominikanermission auf den Solorinseln', Zeitschrift für Missionswissenschaft 14.
Arend de Roever (2002), De Jacht op sandelhout: De VOC en de
tweedeling van Timor di de zeventiende eeuw. Zutphen: Walburg Pers.
CERITA LOKAL :
Triple Delapan: Asal Usul Adonara http://santipelu888.blogspot.com/2013/05/asal-usul-adonara.html?spref=tw
dolulolong: Pelestarian Sejarah & Kebudayaan Dolu
dolulolongarea.blogspot.com/.../pelestarian-sejarah-kebudayaan-dolu.html
5 Feb 2010 - Maka bagi kerajaan-kerajaan domestik lain yang bersekutu dengan Belanda ... yang hadir, tiap kali disusun batu tetap runtuh kecuali dari kampung Leu ... Riang Bara' Marisu' beristrikan Ema' Hering asal dari Boleng – Adonara. ... untuk menguasai pemerintahan sipil juga bersekutu dengan raja Sagu.
KERAJAAN ADONARA
Kerajaan adonara adalah salah satu kerajaan islam tertua di Indonesia timur berdiri sekitar tahun 1650an sampai 1961.
Raja- raja Adonara adalah raja-raja dari klan sengaji, serabiti dan percampuran antara turunan Enga larantuka . Pada masa jayanya kerajaan ini sering berhubungan dagang dengan Gujarat india dan cina. Salah satu bukti jejak perdagangan ini yaitu masih banyaknya gading gajah di pulau adonara.
Untuk wilayah kerajaannya, dapat dilihat dari salah satu archive yg ada di Leiden University Library
https://fbcdn-sphotos-a.akamaihd.net/hphotos-akash3/564042_3611779610220_919589267_n.jpg
Untuk silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di adonara dapat dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Adonara .
berikut adalah foto salah satu raja adonara (kamba Begu) saat bersama raja Lampung (lampong) pada tahun 1889
https://plus.google.com/u/0/photos/106957762486592499329/albums/5765826945343100241/5771547789718640114
Lainya adalah foto raja adonara bersama staf pemerintahan diatas sebuah kapal sekitar tahun 1907, latar belakang dapat dilihat gading gajah sebagai salah satu barang bawaan
https://plus.google.com/u/0/photos/106957762486592499329/albums/5765826945343100241/5771547623328435186
Keputusan Gubjen Hindia belanda No.29, staatsblad No. 529/1938 tanggal 14 september 1938, Kerajaan Lamahala, Terong, Dan kerajaan Lohayong termasuk dalam daerah Enclaf kerajaan Adonara sebagai swaparaja adonara dengan onderafdeeling di Ende yg merupakan bagian afdeeling flores dari keresidenan timor (http://www.nttprov.go.id/ntt_09/index.php?hal=sej). Dapat di cek juga pada UU darurat RI No. 1 tahun 1951.
Untuk wilayah witihama, klubagolit dan sekitarnya mungkin lewat foto ini dapat kita ketahui hubungannya. Ini ada foto perdamaian perang antara witihama dan sukutukan dimana di pimpin oleh raja Adonara terakhir yg saat itu berkedudukan sebagai kapitan Adonara sekitar tahun 1961. https://plus.google.com/u/0/106957762486592499329/posts/DUx3TpkjCHX
Sampai tahun 1960an, daerah kerajaan adonara( meliputi berberapa haminte (adonara keseluruhan, solor, lebala, lembata dan tanjung bunga) berada dibawah tanggung jawab kapitan adonara(raja adonara terakhir) sebagai kepla swapraja adonara.
Foto berikutnya ini adalah foto dimana kapitan adonara menyambut kedatangan duta besar vatikan di pelabuhan waiwerang tahun 1976.
https://plus.google.com/u/0/106957762486592499329/posts/UHkGCojdQrZ
Pusat kerajaan adonara dari tahun 1650-1800 an adalah di desa adonara. namun sempat pindah ke sagu sekitar 1830 an. Semenjak 1932, pusat kerajaan di pindah ke waiwerang sampai dengan tahun 60 an saat status haminte adonara dinaikan menjadi swapraja dan saat pemerintah republic Indonesia serikat mengambil alih kerajaan adonara pada tahun 1962.
Untuk tulisannya masih sedang di kumpulkan oleh Forum Keraton Nusantara. Namun sedikit informasi dapat dilihat pada ;
. * T.C.K. Hagenaar, ’Beknopte gegevens betreffende het patrouillegebied v.h. detachement te Larantoeka, omvattende Larantoeka, Adonara, Solor en Lomblem’ (c. 1934), KIT 1300, Nationaal Archief, The Hague.
* R. H. Barnes, ’The murder of Sengaji Begu: A turning point in Dutch involvement in the Solor Archipelago’ (Masyarakat Indonesia 31:1 2005).
Untuk situs kerajaannya dapat dilihat pada
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.3274453234261.2114903.1655344190&type=3
Sedikit informasi ini semoga bisa membantu.
Ulasan Catatan Lepas Junaidy Bantel.
Memang dari awal sejak suku-suku mulai bermunculan di Adonara baik itu Ile Jadi, Woka Jadi, Rera Wulan Lodo, Bao Beto maupun istilah lainnya mereka itu membawa properti-properti adat atau semacam pusaka seperti Nuba Nara (setiap suku pasti punya), Leo Kawi, dsb. Sesampainya di bumi Adonara, setahu saya dr sejarah yang diceritakan oleh orang-orang tua suku-suku tersebut semacam berlomba-lomba untuk "lela bulung" yang pada akhirnya menjadi tanah ulayat bagi setiap suku meskipun ada suku di Adonara yang tidak mempunyai tanah ulayat sejengkal pun. Setelah proses "lela bulung" ini dilakukan, lalu beralih ke "geto gerak" atau istilahnya tebang kayu/buka hutan. Buka hutan atau "geto gerak" ini pertama dilakukan untuk membuka kampung atau istilahnya awal mula berdirinya sebuah kampung (lewo tibu tawan).
Kemudian tanah hasil dari lela bulung yg dilakukan oleh suku/kolektif ini dibuka (geto gerak) lagi tetapi sudah bukan menjadi milik kolektif lagi tetapi sudah berorientasi pada aset keluarga. Sehingga pada tahap ini, proses "geto gerak" sudah dilakukan permasing-masing keluarga yang pada akhir acaranya di dikorbankan seekor kambing dan babi untuk istilahnya "bau reka" atau semacam persembahan/tumbal kepada kekuatan dinamisme. Dari tumbal itu, rahang kambing maupun babi itu dibawa ke Oring Bele untuk kemudian disangkutkan pada Ekeng di pondok tsb. Dari sini kita mulai mengenal istilah "mime morok" atau upeti tetapi dalam konteks adat yang berarti tanah garapan tsb berada dalam wilayah tanah ulayat suku bersangkutan.
Di samping tanah ulayat hasil "lela bulung" dari suku itu dibuka sendiri oleh orang-orang di suku tsb, tetapi juga dibuka oleh orang dari suku lain seiring berkembangnya dinamika migrasi/perpindahan dari 1 kampung ke kampung lain. Karena tidak mungkin tanah seluas itu dengan hutan dan pohon yang besar-besar dibuka sendirian oleh suku tsb. Di sinilah muncul istilah "limam beretep pe ongenem belen". Tetapi mereka ini tetap tunduk pada hak tanah ulayat suku yang melakukan "lela bulung" tsb.
Di samping itu, ada juga fenomena "soron nein" atau "toran loma" antara suku "tanah alape" dengan orang/suku pendatang, atau ada juga istilah "naan peten binen" sehingga tanah itu diserahkan ke saudari perempuan yang akhirnya dikuasai oleh keturunannya selanjutnya. Pada tahap ini bisa terjadi perbedaan penuturan sejarah sehingga di kemudian hari bisa menjadi penyebab konflik.
Seiring perkembangan dinamika global dengan munculnya sistem kerajaan, legitimasi kerajaan atas tanah milik suku (tanah alape) yang melakukan "lela bulung" pun terjadi. Orientasinya seperti yang Abang BBD uraikan pada tulisan yang satunya. Yang pada mulanya menguasai pasar akhirnya memperluas wilayah kekuasaannya ke pedalaman. Meskipun demikian, hak ulayat tanah alape tetap dihormati tetapi ditambah upeti ke pihak kerajaan. Pada tanah alape kita kenal dengan istilah "mimen morok".
Di sinilah terjadi kerancuan karena hak distribusi tanah akan semakin kabur. Ditambah intervensi asing ketika negara2 eropa mulai berdatangan ke nusantara. Di samping itu, tentu perang2 yang terjadi pada jaman dulu merupakan manifes sistem "devide et impera". Tetapi hak autentiknya tetap terletak pada tanah alape, tidak pada lewo alape, wewa alape, maupun pihak kerajaan.
Negara saat ini hanya istilanya menguasai tanah, bukan memiliki.
Sehingga dalam hal pendistribusian tanah negara sepertinya masih belum mempunyai dasar yg kuat, dia hanya menerbitkan sertifikat tanah atau sebatas mediator. Tetapi pengakuan kepemilikan tanahnya kan mutlak hak tanah alape. Istilah lain seperti wewa alape atau lewo alape saya kira tidak terlalu menyangkut masalah tanah ulayat ini.Sehingga dengan demikian, dapat saya katakan bahwa konsep Abang BBD yaitu dengan mengalihkan tanah menjadi milik komunal sangat sulit terwujud karena ini sudah melalui proses yg sangat panjang.
Apa iya mereka (masyarakat) setuju kepemilikan tanah yang sudah berlangsung selama berabad-abad dileburkan menjadi milik komunal? Ini saya kira mustahil.Masalah konflik saat ini saya kira akibat dari tidak adanya pengakuan terhadap tanah alape sebagai pemilik tanah ulayat. Sehingga terjadi klaim mengklaim, karang mengarang sejarah, manipulasi, dsb. Tetapi kita jangan lupa bahwa adat Adonara ini tidak mengenal ampun kalau kita bertindak ahistoris. Apalagi karena orientasi perut dan saku, nati bauk pana walet kelaket di goka ti matanet. Apalagi saat ini batas2 tanah ulayat semakin hari semakin kabur kalau tidak diceritakan kepada generasi selanjutnya secara murni, tidak ada selipan kepentingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar