Kamis, 14 Mei 2015

Mudzakarah Enam sifat

Allah SWT meletakkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat hanyalah pada agama Islam yang sempurna.
Agama Islam yang sempurna adalah agama yang dibawa oleh Rasululloh SAW. Meliputi Iman, Ibadah, Muamalah, Muasyarat dan Ahlaq.
Pada saat ini umat islam tidak ada kekuatan dan kemampuan untuk mengamalkan agama secara sempurna. Para sahabat RA telah sukses dan jaya dalam mengamalkan agama secara sempurna karena mereka memiliki sifat-sifat dasar yang terkandung dalam enam sifat sahabat yang meliputi:

1. Yakin atas kalimah thoyyibah “laa ilaaha illallah muhammadurrasulullah”
2. Sholat khusyu’ dan khudlu’
3. Ilmu ma’adzikir
4. Ikromul Muslimin
5. Tashihun niat
6. Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah.

1. Yakin atas kalimah thoyyibah “laa ilaaha illallah muhammadurrasulullah“.
Arti : Tidak ada yang berhak disembah selain Allah Swt. Dan Baginda Muhammad Saw. Adalah utusan Allah.
Maksud Laa ilaha illallah
Mengeluarkan keyakinan pada mahluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah Swt. Di dalam hati.
Fadhilah :

1. Barang siapa yang mati sedangkan dia yakin tidak ada yang berhak disembah selain Allah Swt., maka dijamin masuk surga.
2. Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan hatinya membenarkan lisannya, maka dipersilahkan masuk surga dari pintu mana yang dia suka.
3. Sekecil-kecil iman dalam hati maka akan Allah berikan surga yang luasnya 10 kali dunia.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya iman yakin.
2. Latihan dengan cara memperbanyak halaqoh-halaqoh / majlis iman yakin (bicara atau dengar).
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat iman dan yakin.
Maksud Muhammadarrasulullah

Meyakini hanya satu-satunya jalan untuk mencapai kejayaan dunia dan akherat hanya dengan cara ikut sunnah Rasulullah Saw.
Fadhilah :
1. Rasulullah Saw. bersabda, Tidak akan masuk neraka seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Aku (Muhammad) sebagai utusan Allah.
2. Rasulullah Saw. bersabda barang siapa yang berpegang teguh dengan sunnahku dikala rusaknya ummatku maka baginya pahala 100 orang mati syahid.
3. Rasulullah Saw. Bersabda barang siapa menghidupkan sunnahku sungguh dia cinta padaku, dan barangsiapa yang cinta padaku maka akan bersamaku didalam surga.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya menghidupkan sunnah Rasulullah Saw.
2. Latihan , yaitu dengan cara menghidupkan sunnah Rasulullah Saw. Dalam kehidupan kita selama 24 jam.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menghidupkan sunnah.

2. Sholat khusyu’ dan khudlu’
Arti : Shalat dengan konsentrasi batin dan merendahkan diri dengan mengikut cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Maksud Shalat Khusu dan Khudu
Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah Swt didalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari.
Fadhilah :
1. Allah berfirman : Sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
2. Allah berfirman : Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat.
3. Rasulullah Saw. Bersabda : shalat adalah milahnya orang beriman.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya shalat
2. Latihan dengan cara :
a. Memperbaiki dhahirnya shalat.
b. Menghadirkan keagungan Allah
c. Belajar menyelesaikan masalah dengan shalat
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat shalat khusyu dan khudu.

3. Ilmu ma’adzikir
Arti Ilmu : Semua petunjuk yang dating dari Allah Swt melalui Baginda Rasulullah Saw.
Arti Dzikir: Mengingat Allah sebagaimana agungnya Allah.
Maksud Ilmu ma’adzikir
Mengamalkan perintah Allah Swt. Pada setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan keagungan Allah didalam hati dan ikut cara Rasulullah Saw.
Fadhilah Ilmu:
1. Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka akan Allah fahamkan dirinya pada masalah agama.
2. Barangsiapa berjalan mencari ilmu maka akan Allah mudahkan untuknya jalan menuju surga.
3. Barangsiapa mempelajari satu ayat Al Quran maka nilainya adalah lebih baik daripada shalat sunnah 100 rakaat. Barangsiapa mempelajari satu bab dari ilmu maka lebih baik nilainya daripada shalat sunnah 1000 rakaat.
Fadhilah Dzikir:
1. Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dibandingkan dengan orang yang mati.
2. Allah berfirman : Dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.
3. Allah berfirman : Ingatlah pada Ku niscaya Aku akan ingat kepadamu.
Cara mendapatkan ilmu fadhail :
1. Dakwahkan pentingnya ilmu fadhail
2. Latihan dengan cara :
a. Duduk dalam halaqoh fadhail di masjid dan di rumah.
b. Ajak manusia untuk duduk dalam halaqoh fadhail
c. Hadirkan fadhail dalam setiap amalan .
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu fadhail.
Cara mendapatkan ilmu masail :
1. Dakwahkan pentingnya ilmu masail
2. Latihan dengan cara :
a. Duduk dalam halaqoh masail dengan para alim ulama.
b. Bertanya kepada ulama baik untuk masalah agama maupun dunia.
c. Sering berziarah kepada para alim ulama .
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu masail.
Cara mendapatkan dzikir :
1. Dakwahkan pentingnya dzikir kepada Allah Swt.
2. Latihan dengan cara :
a. Setiap hari membaca Al Quran (usahakan 1 juz).
b. Membaca tasbihat, shalawat dan istigfar masing-masing 100 X.
Ketika membaca tasbihat maka hadirkan kemahasucian Allah
Ketika membaca shalawat maka ingat jasa-jasa Rasulullah kepada kita.
Ketika membaca istigfar maka hadirkan sifat Maha Pengampunnya Allah.
c. Amalkan doa-doa masnunah (harian) .
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dzikir.

4. Ikromul Muslimin
Arti : Memuliakan sesame orang islam / muslim.
Maksud ikramul muslimin
Menunaikan hak-hak semua orang islam tanpa meminta hak daripadanya.
Fadhilah :
1. Allah akan menolong seorang hamba selagi dia menolong saudaranya.
2. Barang siapa menutup aib saudaranya yang muslim maka Allah akan menutup aibnya dan barang siapa membuka aib saudaranya yang muslim maka Allah akan membuka aibnya sampai dia akan dipermalukan di rumahnya sendiri.
3. Senyummu didepan saudaramu adalah sedekah.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya ikram
2. Latihan dengan cara :
a. Memberi salam kepada orang yang kita kenal ataupun yang tidak kita kenal.
b. Menyayangi yang muda, menghormati yang tua, memuliakan uloama dan menghormati sesama.
c. Berbaur dengan semua orang yang berbeda-beda wataknya.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan ahlaq sebagaimana ahlaq Baginda Rasulullah Saw.

5. Tashihun niat
Arti : Membetulkan / meluruskan niat
Maksud tashihun niat
Membersihkan niat pada setiap amalan semata-mata karena Allah Swt.
Fadhilah :
1. Sesungguhnya Allahtidak akan menerima amalan seseorang kecuali dengan ikhlas.
2. Sesungguhnya Allah tidak memandang pada rupamu dan hartamu tetapi Dia akan memandang pada hatimu dan amalanmu.
3. Baginda Rasulullah Saw. Bersabda : Wahai Muadz jagalah keihklasan karena amal yang ikhlas walau sedikit akan mencukupi.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya ikhlas.
2. Latihan dengan cara : setiap beramal periksa niat kita, sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal, bersihkan niat agar semata-mata hanya karena Allah.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ikhlas dalam beramal.

6. Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah
Arti : Dakwah mengajak, Tabligh menyampaikan dan khuruj fisabilillah adalah keluar di jalan Allah.
Maksud
1. Memperbaiki diri, yaitu bagaimana agar dapat menggunakan harta diri dan waktu sebagaimana yang diperintahkan Allah.
2. Menghidupkan agama secara sempurna pada diri sendiri dan semua manusia diseluruh alam dengan menggunakan harta dan diri sendiri.
Fadhilah :
1. Allah berfirman : dan adakah yang perkataannya lebih baik daripada seseorang yang mengajak manusia kepada Allah.
2. Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk kebaikan dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkan.
3. Sepagi sepetang dijalan Allah lebih baik daripada mendapatkan dunia dan seisinya.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya dakwah dan tabligh.
2. Latihan dengan cara : keluar dijalan Allah minimal 4 bulan seumur hidup, 40 h setiap tahun, 3h setiap bulan dan 2,5 jam setiap hari. Tingkatkan dengan cara bertahap-tahap menjadi 4 bl tiap tahun, 10h tiap bulan dan 8 jam setiap hari.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dakwah dan tabligh yaitu dapat menggunakan harta, diri dan waktu untuk kepentingan agama.

Jumat, 08 Mei 2015

Al-Fatihah

BETULKAH BACAAN AL-FATIHAH KITA ...
Kesalahan-kesalahan Tajwid dalam al-Fatihah

Di ruang yang terbatas ni, aku nak kongsi sikit ilmu aku yang tak seberapa ni tentang bacaan al-Fatihah. Aku ni taklah pandai mana. Cuma aku nak kongsi ilmu yang aku ada ni. Takde gunanya aku simpan-simpan ilmu yang sikit ni.

Berikut merupakan beberapa kesalahan dalam bacaan surah al-Fatihah yang mungkin kita terlepas pandang. Bacaan al-Fatihah amat penting kerana ia adalah rukun. Sekiranya tersilap baca walaupun satu huruf, ia boleh membatalkan solat kita.

Kalau ada sesiapa yang nak tambah dan betulkan, silakan ye... :) . Namun, nak ingatkan di sini, blog bukanlah tempat yang sesuai untuk belajar al-Quran. Blog hanyalah sekadar bahan bacaan. Untuk mempelajari al-Quran, berjumpalah dengan guru al-Quran, insya Allah...



1. Sebutan huruf ﺏ berbaris bawah tidak kedengaran. Seolah-olah kita menyebut "Ismillah..."

2. Sabdu pada kalimah ﭐﷲ tidak dijelaskan. Huruf yang bersabdu ibarat huruf itu mempunyai dua huruf yang sama, tetapi ia disatukan menjadi sabdu (faham tak ni? Selain itu, kalimah Allah disebut dengan lafzhul-jalalah (lafaz yang besar). Ini adalah sebutan yang salah kerana 'Bismillah' hendaklah disebut dengan 'lam tarqiq' (lam nipis) kerana huruf ﻡ pada kalimah ini adalah berbaris bawah.

3. Huruf ﺭ tidak disabdukan dan sebutannya menjadi "BismilahiRahmaan...", yang sepatutnya "BismillahiRRahmaan...".

4. Begitu juga dengan kesalahan pada nombor 3. Huruf ﺭ tidak disabdukan dan sebutannya menjadi "BismilillahirrahmaaniRahiim", yang sepatutnya "BismillahirrahmaaniRRahiim"

5. Sebutan huruf ﻱ tidak dipanjangkan. Ia wajib dipanjangkan harakatnya sama ada 2/4/6 harakat kerana ia adalah huruf mad yang diwaqafkan. Hukumnya Mad 'Aridh Lissukun.

6. Hurufﺡ digantikan dengan huruf ﻩ

7. Kalimah ﭐﷲ seolah-olah tiada sabdu dan disebut "al-hamdulilah". Sebutan yang betul adalah "Al-hamdulillah..."

8. Sabdu pada huruf ﺏ ditinggalkan sabdunya dan sebutan berbunyi "Rabil" yang sepatutnya "Rabbil"

9. Huruf ﻉ ditukar menjadi huruf ﺃ

10. Sabdu ditinggalkan. Sebutan menjadi "Iyaka". Sebutan yang betul adalah "Iyyaka".

11. Sebutan huruf ﻉ tidak jelas.

12. Kesalahan sama seperti nombor 10.

13. Huruf ﻉ ditukar menjadi huruf ﺃ

14. Tidak memuncungkan bibir. Apabila sesuatu huruf diwaqafkan berbaris hadapan, kita hendaklah memuncungkan bibir. Hukum ini dipanggil 'isymam'.

15. Menyebut "Ehdina...". Sepatutnya "Ihdina...".

16. Huruf ﺹ tidak disabdukan.

17. Huruf ﻁ ditukar menjadi huruf ﺕ

18. Huruf ﻕ ditukar menjadi huruf ﻙ. Apabila huruf ﻕ berbaris bawah, sifatnya menjadi kurang tebal, bukan nipis.

19. Menukar huruf ﺫ kepada huruf ﺯ. Ini merupakan kesalahan yang paling biasa dilakukan. Ramai yang masih tidak dapat membezakan perbezaan huruf-huruf ini.

20. Huruf ﺃ dulu, baru huruf ﻉ. Ramai yang membunyikan ﺃ , kemudian ﺃ. Ada juga membunyikan ﻉ, kemudian ﺃ. Tak kurang juga ada yang membunyikan ﻉ kemudian ﻉ

21. Huruf ﻉ ditukar menjadi huruf ﺃ

22. Huruf ﺭ berbaris bawah disebut "Rel", sepatutnya disebut "Ril".

23. Huruf ﻍ disebut dengan qalqalah.

24. Huruf ﺽ tidak ditebalkan sebutannya.

25. Huruf ﻉ ditukar menjadi huruf ﺃ

26. Huruf ﺽ tidak disabdukan.

27. Apabila huruf mad bertemu dengan huruf bersabdu dalam satu kalimah, maka harakatnya wajib 6 harakat. Hukumnya adalah Mad Lazim Musaqqal Kalimi. Ramai yang melafaz kurang daripada 6 harakat

Wallahu a'lam...

Rabu, 06 Mei 2015

Dzikir setelah salam seusai shalat wajib

Setelah Salam Membaca:

‎ أَسْتَغْفِرُاللَّهُ

Astaghfirullåh (dibaca 3x)

Aku Mohon Ampun Kepada Allåh

(HR. Muslim I/414)

Kemudian Membaca:

‎ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ

Allåhumma antas-salaam

Ya Allåh, Engkau pemberi keselamatan

‎وَمِنْكَ السَّلاَمُ

Wa Minkas-salaam

Dan dari-Mu keselamatan,

‎تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ

Tabaaråkta yaa dzal-jalaali wal-ikrååm

Maha Suci Engkau, wahai (Råbb) Yang Maha Agung lagi Maha Mulia

(HR. Muslim I/414)

Kemudian Membaca (PADA WAKTU SHUBUH):

‎اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqan thayyibaa, wa ‘amalan mutaqabbalaa

(HR. Ibnu Maajah; dishahiihkan oleh Syaikh al Albaaniy dalam Shahiih Ibnu Maajah)1

Kemudian Membaca:

رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ أَوْ تَجْمَعُ عِبَادَكَ

Rabbi qiiniy ‘adzaabaka yauma tab’atsu aw tajma’u ‘ibadaak

Ya Rabbku, jagalah aku dari siksa-Mu ketika Engkau bangkitkan atau ketika Engkau kumpulkan hamba-hamba-Mu

(HR. Muslim I/321)2

Kemudian Membaca:

‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syarikalah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Allåh, tidak ada sekutu bagiNya.

‎لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiyr

BagiNya segala pujian, dan bagiNya Kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu

‎اللَّهُمَّ لا مَانِع لِمَا أَعْ طيْتَ،

Allåhumma laa maa ni’a limaa a’thåyt
Ya Allåh, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan

‎وَلاَ مُعْ تي لِمَا مَنَعْتَ

Wa laa mu’tiya limaa mana’t
Dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau Cegah.

وَلاَ يَنْفَع ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَ دُّ

Wa laa yan fa’u dzal-jaddi min kal-jadd
Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal-shalihnya, Untuk menyelematkan dirinya dariMu)

(HR. Bukhariy I/255 dan Muslim I/414)

Kemudian Membaca:

‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syariykalah
Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, tiada sekutu bagiNya

‎لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Lahul-Mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiyr
BagiNya segala Kerajaan, segala Pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu

‎لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

Laa hawla wa laa quwwata illa billah
Tiada daya dan kekuatan melainkan (dengan pertolongan) Allåh

‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه , وَلاَ نَعْ بُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ

Laa ilaaha illallåh, wa laa na’budu illa iyyah
Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, dan Kami tidak menyembah kecuali kepadaNya

‎ لَهُ النِّعْ مَةُ وَلَهُ الْفَضْل وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ

Lahun-Ni’matu, wa lahul-fadhlu wa lahuts-tsanaa-ul-hasan
Bagi-Nya segala nikmat, anugerah dan pujian yang baik

‎للاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَااِرُوْنَ

Laa ilaaha illallåh, mukhlishiyna lahud-diyn, walaw karihal-kaafiruun

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir membencinya.

(HR. Muslim /415)

Kemudian Membaca (pada waktu shubuh dan maghrib) 10x (Sepuluh kali):

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَ

“LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU BIYADIHIL KHAIR YUHYII WAYUMIITU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYA`IN QADIIR

(Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya lah seluruh kerajaan dan segala pujian. Di tangan-Nya segala kebaikkan, Dzat Yang menghidupkan dan mematikan. Dia adalah Maha kuasa atas segala sesuatu) ‘

(HR Ahmad; al Haytsamiy: rijalnya rijal yang shahiih kecuali syahr ibn hausyab, maka hadits ini menjadi hadits hasan. Ibn Hajar berkata: dan hadits ini terdapat penguatnya.)3

ATAU membaca (juga sebanyak 10x)

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR

[bedanya, lafazh diatas tanpa tambahan “BIYADIHIL KHAIR”]

(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, milikNya semua kerajaan dan bagiNya seluruh pujian, Dia Yang menghidupkan, serta mematikan, dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu)

(HR. at Tirmidziy; dikatakan “hasan li ghairihi” oleh syaikh al-albaaniy dalam shahiih at-targhiib dan hadits ini juga terdapat di silsilah ash-shahiihah)4

Kemudian Membaca (salah satu dari berikut):

Pilihan Pertama

سُبْحَانَ اللهِ – ٣٣

Subhanallåh

Maha Suci Allåh (33x)

الْحَمْدُ لِلَّهِ – ٣٣

Alhamdulillaah
Segala Puji hanya Bagi Allåh (33x)

اللهُ أَكْبَرُ – ٣٣

Allåhu Akbar
Allåh Maha Besar (33x)

Kemudian digenapkan (menjadi 100) dengan membaca

‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syarikalah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Allåh semata, tidak ada sekutu bagiNya.

‎لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiir

BagiNya segala pujian, dan bagiNya Kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu

[berdasarkan HR Muslim no. 597]5

Pilihan Kedua

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللهُ أَكْبَرُ – ٣٣

Subhanallåh wal-hamdulillaah wa-llåhu akbar
Maha Suci Allåh, Segala puji hanya bagi Allåh, Allåh Maha Besar (33x)

[berdasarkan HR al-Bukhariy 843 dan Muslim 595]6

Pilihan Ketiga

سُبْحَانَ اللهِ – ٣٣

Subhanallåh
Maha Suci Allåh (33x)

الْحَمْدُ لِلَّهِ – ٣٣

Alhamdulillaah
Segala Puji hanya bagi Allåh (33x)

اللهُ أَكْبَرُ – ٣٤

Allåhu Akbar
Allåh Maha Besar (34x)

[berdasarkan HR Muslim no. 596]7

Pilihan keempat

‎سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

(subhanallåh walhamdulilaah wa laa ilaaha illallåh wallåhu akbar) 25x

[berdasarkan HR. an Nasaa-iy 1350,1351; at-Tirmidziy 3413 ; dishåhiihkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahiih an Nasaa-iy I/191]8

Pilihan kelima

سُبْحَانَ اللهِ – ١١

Subhanallåh
Maha Suci Allåh (11x)

الْحَمْدُ لِلَّهِ – ١١

Alhamdulillaah
Segala puji hanya bagi Allåh(11x)

اللهُ أَكْبَرُ – ١١

Allåhu Akbar
Allåh Maha Besar (11x)

Dalam hadist (pada “pilihan keempat”) diatas; Suhail mengatakan; “Sebelas-sebelas, hingga semuanya berjumlah tiga puluh tiga.”

Pilihan keenam

سُبْحَانَ اللهِ – ١٠

Subhanallåh
Maha Suci Allåh (10x)

الْحَمْدُ لِلَّهِ – ١٠

Alhamdulillaah
Segala puji hanya bagi Allåh(10x)

اللهُ أَكْبَرُ – ١٠

Allåhu Akbar
Allåh Maha Besar (10x)

[(Shahiih; HR. Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidziy, an Nasaa-iy, Ibnu Majah (dan ini lafazhnya); dishahiihkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy dalam Shahiih Kitab al-Adzkaar wa Dha’iifuhu no. 151)]9

Kemudian Membaca Ayat Kursi

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ

Allah tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);

لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ

tidak mengantuk dan tidak tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ

Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ

Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ

Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka,

وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ

dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ

Kursi Allah meliputi langit dan bumi.

وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

(Al-Baqarah: 255).

[Berdasarkan HR. ath Thabraniy no. 7532, yang dinilai shahiih oleh Syaikh al-albaaniy]10

Kemudian Membaca Al-Ikhlash

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.

اللَّهُ الصَّمَدُ

Allah adalah ash-shamad (Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan)

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.

(al Ikhlash 1-3)

Kemudian Membaca Al-Falaq

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Subuh

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

dari kejahatan makhluk-Nya

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.

(QS al Falaq: 1-5)

Kemudian Membaca An-Naas

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia

مَلِكِ النَّاسِ

Penguasa manusia

إِلَٰهِ النَّاسِ

Sesembahan manusia

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

dari was-was syaitan yang biasa bersembunyi

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

dari jin dan manusia.

(QS an Naas 1-6)

Berdasakan hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu11

Peringatan

1. Dzikir-dzikir diatas BUKANLAH URUTAN BAKU; seseorang boleh mendahulukan dzikir yang satu dibandingkan yang lain, SELAIN istighfar tiga kali, dan dzikir (allahumma antas salaam…); karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam membaca keduanya seusai salam.

2. Dzikir diatas BOLEH hanya dibaca SEBAGIANNYA SAJA. Amalan yang sedikit tapi kontinyu lebih baik daripada banyak tapi cuma sekali-dua kali diamalkan

3. Dzikir diatas hukumnya SUNNAH. Jika kita tidak mengamalkannya, maka tidak ada konsekuensi dosa. Hanya saja kita telah melalaikan kebaikan yang banyak.

Wallaahu a’lam.

Catatan Kaki
disebutkan dalam riwayat tersebut:
dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhaa bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika selesai salam dari shalat subuh, beliau mengucapkan: (dzikir diatas)


dari Al Barra`, ia berkata; “Jika kami shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami menyukai jika berada di sebelah kanan beliau, sehingga beliau menghadap kami dengan wajahnya.” Al Barra` mengatakan; “Aku mendengar beliau mengucapkan
doa “RABBI QINII ‘ADZAABAKA YAUMA TAB’ATSU AW TAJMA’U IBADAAKA

(Ya Rabbku, jagalah aku dari siksa-Mu ketika Engkau bangkitkan atau ketika Engkau kumpulkan hamba-hamba-Mu).”


Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ وَيَثْنِيَ رِجْلَهُ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالصُّبْحِ

“Barangsiapa sebelum bergeser dan melangkahkan kakinya dari shalat Maghrib dan Shubuh mengucapkan:

(dzikir diatas)

شْرَ مَرَّاتٍ

Sebanyak sepuluh kali

كُتِبَ لَهُ بِكُلِّ وَاحِدَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ

Maka akan ditulis baginya pada setiap kata sepuluh kebaikkan

وَمُحِيَتْ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ

dan dihapuskan dari sepuluh kesalahan.

وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

Akan diangkat sepuluh derajat

وَكَانَتْ حِرْزًا مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ وَحِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

dan (dzikir ini) menjadi pelindung baginya dari kesulitan dan dari setan yang terkutuk.

وَلَمْ يَحِلَّ لِذَنْبٍ يُدْرِكُهُ إِلَّا الشِّرْكَ

Ia tidak akan ditimpa siksa dari dosanya kecuali dari perbuatan syirik.

فَكَانَ مِنْ أَفْضَلِ النَّاسِ عَمَلًا إِلَّا رَجُلًا يَفْضُلُهُ يَقُولُ أَفْضَلَ مِمَّا قَالَ

Dan ia termasuk manusia yang paling utama amalannya kecuali orang yang berkata dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang ia katakan.”


Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ فِي دُبُرِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ ثَانٍ رِجْلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ

“Barangsiapa yang membaca (dzikir diatas) setelah shalat Subuh, dan ia masih melipat kedua kakinya, sebelum ia berkata-kata:

عَشْرَ مَرَّاتٍ

sepuluh kali,

كُتِبَتْ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ

maka tercatat baginya sepuluh kebaikan

وَمُحِيَتْ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ

dan terhapus darinya sepuluh kesalahan

وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

serta diangkat baginya sepuluh derajat,

وَكَانَ يَوْمَهُ ذَلِكَ كُلَّهُ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ

dan pada hari itu ia berada dalam perlindungan dari segala yang tidak disukai,

وَحُرِسَ مِنْ الشَّيْطَانِ

serta terjaga dari syetan,

وَلَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَنْ يُدْرِكَهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ إِلَّا الشِّرْكَ بِاللَّهِ

dan tidak layak ada dosa yang menjumpainya pada hari itu kecuali syirik kepada Allah.”

Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan gharib shahih.

(HR. at Tirmidziy; dikatakan “hasan li ghairihi” oleh syaikh al-albaaniy dalam shahiih at-targhiib dan hadits ini juga terdapat di silsilah ash-shahiihah)


Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ

“Barangsiapa bertasbih kepada Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, -dan beliau menambahkan- dan menyempurnakannya menjadi seratus dengan membaca:

(dzikir diatas)

غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.”


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadis Qutaibah- Bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata;

“Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya:

وَمَا ذَاكَ

“Maksud kalian?”

Mereka menjawab:

“Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ

“Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?”

Mereka menjawab;

“Baiklah wahai Rasulullah…”

Beliau bersabda:

تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

“Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Abu shalih berkata;

“Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata; ‘Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!’.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!”

(HR al-Bukhariy 843 dan Muslim 595; lafazh diatas merupakan lafazhnya Muslim)


Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً

“Beberapa amalan penyerta, siapa saja yang mengucapkan dan mengamalkannya, maka dirinya tidak akan merugi, yaitu mengucapkan tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh empat kali setiap usai shalat wajib.”


dari Ibnu ‘Umar bahwa ada seseorang yang bermimpi, dan ia ditanya,
“Dengan apa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kalian? ‘

Ia menjawab;

‎أَمَرَنَا أَنْ نُسَبِّحَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَتِلْكَ مِائَةٌ

“Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, serta bertakbir tiga puluh empat kali, setiap selesai shalat, maka itulah seratus (jumlahnya).”

Ia berkata;

‎سَبِّحُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَاحْمَدُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَكَبِّرُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَهَلِّلُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ فَتِلْكَ مِائَةٌ

“Bertasbihlah dua puluh lima kali, bertahmidlah dua puluh lima kali, bertakbirlah dua puluh lima kali, serta bertahlillah dua puluh lima kali, maka itulah seratus (jumlahnya).”

Pagi harinya dia menceritakan hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

‎افْعَلُوا كَمَا قَالَ الْأَنْصَارِيُّ

“Lakukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh orang Anshar ini.”

(HR. an Nasaa-iy; dikatakan syaikh al-albaaniy “hasan shahiih”)


Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
‎خَصْلَتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيُكَبِّرُ عَشْرًا وَيَحْمَدُ عَشْرًا

“Ada dua perkara tidaklah seorang muslim menjaganya kecuali ia akan masuk surga, mudah diamalkan namun sedikit yang melakukannya; bertasbih di setiap usai shalat sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali dan bertahmid sepuluh kali…”

(Shahiih; HR. Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidziy, an Nasaa-iy, Ibnu Majah (dan ini lafazhnya); dishahiihkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy dalam Shahiih Kitab al-Adzkaar wa Dha’iifuhu no. 151)


Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)


Ia berkata:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan saya untuk membaca al-Mu’awwidzat (al-ikhlash, al-falaq, an-naas) tiap selesai shalat.” (HR. Abu Dawud, dihukumi shahih oleh al-Albani) 

Berdzikir selepas Solat

Berdzikirlah dengan tenang!

Kita melihat banyak kaum muslimin yang membaca dzikir setelah shalat dengan KOMAT-KAMIT karena saking cepatnya; khususnya ketika membaca dzikir “subhanallåh” 33x, “alhamdulilaah” 33x, dan “Allahu Akbar” 33x; padahal jumlah bacaan ketiga dzikir ini bervariasi, sehingga seseorang bisa membacanya dengan perlahan tanpa harus KOMAT-KAMIT.

Variasi dalam bertasbih, tahmid dan takbir setelah selesai shalat

Syaikh Sa’id al-Qahthaniy menjelaskan:

“Tasbih, tahmid, dan takbir setelah setiap selesai shalat terbagi menjadi enam bentuk (bacaan, berdasarkan hadits-hadits yang shåhiih):

1. Bentuk pertama;

Ketiganya dibaca masing-masing tiga puluh tiga kali 33x (sehingga jumlahnya menjadi 99); kemudian digenapkan seratus dengan bacaan:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ‪.‬ لَهُ الْمُلْكُ ‪.‬ وَلَهُ الْحَمْدُ ‪.‬ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir.

(Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah Yang Tunggal. Yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya pujian dan Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu)

[berdasarkan HR Muslim no. 597]

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ

“Barangsiapa bertasbih kepada Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, -dan beliau menambahkan- dan kesempurnaan seratus adalah membaca

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul walahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syai’in qadiir

غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.”

[HR Muslim no. 597]

2. Bentuk kedua;

Tasbih dibaca 33x, tahmid 33x, takbir 34x

[berdasarkan HR Muslim no. 596]

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً

“Beberapa amalan penyerta, siapa saja yang mengucapkan dan mengamalkannya, maka dirinya tidak akan merugi, yaitu mengucapkan tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh empat kali setiap usai shalat wajib.”

[berdasarkan HR Muslim no. 596]

3. Bentuk ketiga;

Membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

(subhanallah walhamdulilaah wallåhu akbar) 33x

[berdasarkan HR al-Bukhariy 843 dan Muslim 595]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

dari [Abu Hurairah] -dan ini adalah hadis Qutaibah- Bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata;

“Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya:

وَمَا ذَاكَ

“Maksud kalian?”

Mereka menjawab:

“Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ

“Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?”

Mereka menjawab;

“Baiklah wahai Rasulullah…”

Beliau bersabda:

تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

“Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

[Abu shalih] berkata;

“Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata; ‘Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!’.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!”

[HR al-Bukhariy 843 dan Muslim 595; lafazh diatas merupakan lafazhnya Muslim]

4. Bentuk keempat:

Tasbih dibaca 10x, tahmid 10x, takbir 10x

[berdasarkan HR al-Bukhariy 6329]

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

خَصْلَتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيُكَبِّرُ عَشْرًا وَيَحْمَدُ عَشْرًا

“Ada dua perkara tidaklah seorang muslim menjaganya kecuali ia akan masuk surga, mudah diamalkan namun sedikit yang melakukannya; bertasbih di setiap usai shalat sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali dan bertahmid sepuluh kali…”

(Shahiih; HR. Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidziy, an Nasaa-iy, Ibnu Majah (dan ini lafazhnya); dishahiihkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy dalam Shahiih Kitab al-Adzkaar wa Dha’iifuhu no. 151)

5. Bentuk kelima:

Tasbih dibaca 11x, tahmid 11x, takbir 11x

[berdasarkan HR Muslim 43, 595]

Dalam hadis no. 3 diatas; Suhail mengatakan; “Sebelas sebelas, hingga semuanya berjumlah tiga puluh tiga.”

6. Bentuk keenam:

Membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

(subhanallåh walhamdulilaah wa laa ilaaha illallåh wallåhu akbar) 25x

[berdasarkan HR. an Nasaa-iy 1350,1351; at-Tirmidziy 3413 ; dishåhiihkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahiih an Nasaa-iy I/191]

dari [Ibnu ‘Umar] bahwa ada seseorang yang bermimpi, dan ia ditanya,

“Dengan apa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kalian? ‘

Ia menjawab;

أَمَرَنَا أَنْ نُسَبِّحَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَتِلْكَ مِائَةٌ

“Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, serta bertakbir tiga puluh empat kali, setiap selesai shalat, maka itulah seratus (jumlahnya).”

Ia berkata;

سَبِّحُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَاحْمَدُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَكَبِّرُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَهَلِّلُوا خَمْسًا وَعِشْرِينَ فَتِلْكَ مِائَةٌ

“Bertasbihlah dua puluh lima kali, bertahmidlah dua puluh lima kali, bertakbirlah dua puluh lima kali, serta bertahlillah dua puluh lima kali, maka itulah seratus (jumlahnya).”

Pagi harinya dia menceritakan hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

افْعَلُوا كَمَا قَالَ الْأَنْصَارِيُّ

“Lakukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh orang Anshar ini.”

(HR. an Nasaa-iy)

Lantas dzikir mana yang paling utama?

Syaikh Sa-id al-Qahthaniy menjelaskan:

“Yang paling utama adalah kadang-kadang berdzikir dengan bentuk yang ini; dan kadang-kadang berdzikir dengan bentuk yang itu. Sehingga dapat bervariasi dalam mengamalkan tasbih-tasbih itu.”

[Syarah Hishnul Muslim, Syaikh Majdi bin Abdil Wahhab; edisi indonesia dengan judul yang sama, hlm. 225-226]

Minggu, 03 Mei 2015

PENGHARAMAN KENDURI ARWAH, TAHLILAN, YASINAN & SELAMATAN

Amalan mengadakan kenduri arwah dengan pembacaan surah al-Fatihah, Surah al- Ikhlas, Surah al-Falaq, surah an-Nas, surah Yasin dan beberapa ayat yang lain secara beramai-ramai amat bertentangan dengan nas al-Quran, hadis-hadis sahih dan athar para sahabat.  Membaca al-Quran berjamaah (beramai-ramai) dengan mengangkat suara sehingga tidak ketahuan bunyi bacaan dan siapa pendengarnya telah ditegah oleh Allah di dalam firmanNya:

وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.
“Dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
AL-A’RAF, 7:204.
Begitu juga al-Quran diturunkan dari langit bukan untuk dibacakan kepada orang yang sudah mati, tetapi untuk orang yang masih hidup dan wajib dibaca oleh mereka yang masih hidup, kerana orang mati sudah tidak mampu lagi mendengar perintah al-Quran sebagaimana firman Allah:

اِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَى

“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati itu mendengar”.
AN-NAML, 27:80.

وَمَا يَسْتَوِى اْلاَحْيَآءُ وَلاَ اْلاَمْوَاتُ ، اِنَّ اللهَ يُسْمِعُ مَنْ يَّشَآءُ ، وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَّنْ فِى الْقُبُوْرِ.
“Dan tidak sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati, sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendakiNya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang dalam kubur dapat mendengar”.
Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam pula telah bersabda bahawa apabila seseorang yang telah mati, sama ada para nabi, para rasul atau para wali maka semua tangungjawab dan segala urusannya dengan persoalan dunia telah tamat, selesai dan terputus sehingga tiada kaitan dan hubungannya lagi dengan dunia dan para penghuninya kecuali tiga perkara sebagaimana sabda baginda:

اِذَا مَاتَ اْلاِنْسَـان اِنـْقـَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ : صَدَقَـةٍ جَارِيَةٍ ، اَوْعِلْمٍ يـُنـْتـَفَعُ بـِهِ ، أوْوَلـَدٍ صَالحٍ يـَدْعُـوْلَهُ
"Apabila mati anak Adam, putuslah semua amalannya kecuali tiga perkara:  Sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan atau anak soleh yang mendoakannya."6 [1]          
Walaupun hadis di atas hanya menyebut doa dari anak yang soleh untuk ibu bapanya, namun permohonan doa kaum muslimin di dunia yang masih hidup untuk mereka yang sudah mati juga diharuskan.  Walau bagaimanapun,  doa dari anak yang soleh adalah berpanjangan dan tidak terputus kerana anak termasuk hasil usaha seseorang semasa di dunia yang keluar dari tulang sulbinya.

            Anak yang soleh disebut oleh Nabi di dalam sabdanya sebagai penyambung amal jariah setelah kematian orang tuanya. Sebab itulah Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam menggalakkan orang-orang beriman supaya mengahwini perempuan-perempuan yang solehah, yang subur dan pandai memelihara anak-anaknya agar anak-anak yang ditinggalkan akan menjadi penyambung amal jariah dan mendoakannya. Sehingga tidak dipertikaikan oleh kalangan para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah yang bermanhaj Salaf as-Soleh bahawa amalan ibu-bapa yang terputus sewajarnya disambung oleh anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya.  Apa yang perlu diberi perhatian:  "Hanya anak-anaknya sahaja, bukan orang lain" yang dibolehkan menyambung amal orang tuanya yang terputus sebagaimana yang dapat difahami dari dalil-dalil yang berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ اِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِّيْ مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ اَفَاَقْضِيْهِ عَنْهَا ؟ فَقَالَ : لَوْ كَانَ عَلَى اُمِّكَ دَيْنٌ اَكُنْتَ قَاضِيْهِ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : فَدَيْنُ اللهِ اَحَقُّ اَنْ يُقْضَى.
Dari Ibn Abbar radiallahu ‘anhu berkata:  Seorang lelaki datang kepada nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bertanya:  Ya Rasulullah!  Ibuku telah meninggal sedangkan dia masih berhutang puasa sebulan belum dibayar, apakah boleh aku membayarnya untuk ibuku?  Baginda menjawab:  Andaikata ibumu menanggung hutang apakah engkau yang membayarnya?  Beliau menjawab: Ya.  Maka baginda bersabda:  Hutang kepada Allah lebih patut dibayarnya”.7 [1]

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِّيْ اقْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْتَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ .
“Dari ‘Aisyah radiallahu ‘anhu berkata:  Bahawasanya seorang lelaki datang kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam dan berkata:  Wahai Rasulullah!  Ibuku telah mati mendadak, sehingga dia tidak berkesempatan untuk berwasiat dan saya rasa andaikan ia mendapat kesempatan berkata tentu dia berwasiat (supaya bersedekah).  Adakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?  Baginda sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:  Ya”.8  [1]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ امْرَاَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَ تْ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، اَنَّ اُمِّيْ نَذَرَتْ اَنْ تَحِجَّ فَلَمْ تَحِجَّ حَتَّى مَاتَتْ اَفَاَحِجُّ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ حُجِّيْ عَنْهَا . اَرَاَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ اَكُنْتَ قَاضِيَتَهُ ؟ اُقْضُوْا اللهَ فَاللهُ اَحَقُّ بِالْقَضَاءِ وَفِى رِوَايَةٍ : فَاللهُ اَحَقُّ بِالْوَفَاءِ.
"Dari Ibn Abbas radiallahu 'anhuma berkata:  Seorang perempuan dari suku Juhainah datang kepada nabi Sallallahu 'alaihi wasallam bertanya:  Ibuku nazar akan mengerjakan haji, tetapi dia telah meninggal sebelum menunaikan nazarnya apakah boleh aku menghajikannya?  Baginda menjawab:  Ya, hajikan untuknya, bagaimana sekiranya ibumu menanggung hutang, apakah engkau yang membayarnya?  Bayarlah hak Allah, kepada Allah lebih layak orang membayarnya".9 [1]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا . اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : اَنَّ اَبِىْ مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجَّةُ اْلاِسْلاَمِ اَفَاَحُجَّ عَنْهُ ؟ فَقَالَ : اَرَاَيْتَ لَوْ اَنَّ اَبَاكَ تَرَكَ دَيْنًا عَلَيْهِ اَتَقْضِيْهِ عَنْهُ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : فَاحْجُجْ عَنْ اَبِيْكَ .
"Dari Ibnu Abbas radiallahu 'anhu berkata:  Seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam lalu bertanya:  Ayahku telah meninggal dan belum mengerjakan haji, apakah boleh aku menghajikannya?  Baginda menjawab: Bagaimana jika ayahmu meninggalkan hutang, apakah kamu yang membayarnya?  Jawabnya: Ya.  Baginda bersabda:  Maka hajikanlah untuk ayahmu".10 [1]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : تُوُفِّيَتْ اُمُّ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا . فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِّيْ تُوُفِيَّتْ وَاَنَا غَائِبٌ عَنْهَا اَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ فَاِنِّيْ اُشْهِدُكَ اَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَنْهَا
"Dari Ibn Abbas radiallahu 'anhu berkata:  Ibu Sa'ad bin 'Ubadah ketika meninggal sedang Sa'ad tidak ada.  Lalu Sa'ad berkata:  Wahai Rasulullah!  Ibuku telah meninggal diwaktu aku tidak ada di rumah, apakah kiranya akan berguna baginya jika aku bersedekah?  Baginda menjawab:  Ya!.  Berkata Sa'ad:  Saya persaksikan kepadamu bahawa kebun kurma yang berbuah itu sebagai sedekah untuknya".11 [1]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: جَاءَ تْ اِمْرَاَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُـوْلَ اللهِ ، اَنَّ فَرِيْضَةَ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ اَدْرَكَتْ اَبِيْ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَ يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ . اَفَاَحُجُّ عَنْهُ ؟ قَالَ : نَعَمْ . وَذَلِكَ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ.
"Dari Ibn Abbas radiallahu 'anhu berkata:  Seorang wanita dari suku Khasy'am datang kepada Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam lalu bertanya:  Ya Rasulullah!  Kewajipan Allah atas hambaNya berhaji telah menimpakan ayahku yang sangat tua sehingga tidak dapat berkenderaan, apakah boleh aku menghajikannya?  Baginda menjawab:  Ya boleh.  Dan pertanyaan ini terjadi ketika haji al-Wada'.12 [1]

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ اَبِيْ مَاتَ وَتَرَكَ مَالاً وَلَمْ يُوْصِ فَهَلْ يَكْفِى عَنْهُ اَنْ اَتَصَدَّقَ عَنْهُ؟ قَالَ : نَعَمْ.
“Dari Abi Hurairah radiallahu anhu berkata:  Ada seorang lelaki datang kepada Nabi Sallallahu ‘alaihi wa-sallam dan berkata:  Ayahku telah meninggal dan dia meninggalkan harta dan tidak berwasiat, maka apa berguna baginya jika aku bersedekah untuk dia?  Jawab baginda: Ya".13 [1]
                Al-Quran menjadi garis panduan kepada mereka yang masih hidup.  Dengan demikian, orang yang dapat mengambil panduan mestilah dari kalangan orang-orang yang masih hidup sahaja.  Orang-orang yang telah mati sudah tidak memerlukannya lagi kerana kehidupannya telahpun berakhir di dunia ini.  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam surah Yasin bahawa:

اِنْ هُوَ اِلاَّ ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِيْنٌ . لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِريْنَ.
"Al-Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan supaya dia memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup".
YASIN, 36:69-70.
            Anehnya, surah ini telah disalah gunakan dengan menjadikan bacaan dari yang hidup untuk si Mati dengan kepercayaan bahawa pahala bacaan dapat memberi manfaat kepada si Mati.  Inilah sangkaan yang buruk terhadap kesempurnaan kitab Allah disebabkan kejahilan dan mengabaikan ilmu.  Mereka tidak sedar untuk apa tujuan sebenar al-Quran diturunkan kepada manusia. Mereka melakukan sesuatu terhadap al-Quran tanpa keizinan dari Allah dan RasulNya sepertimana perbuatan Yahudi dan Nasrani terhadap kitab mereka yang akhirnya terjadi tambahan, perubahan dan pemansukhan kepada kitab mereka.

                Secara yang tidak disedari, perkara seperti ini telah dilakukan juga oleh umat Islam dengan menambah-nambah, mereka-reka dan mengada-adakan amalan yang dicipta oleh mereka sendiri yang disangka baik, akhirnya ia membawa kepada perbuatan bid'ah dan dosa.  Allah telah menerangkan akan ramainya manusia seperti ini lantaran berburuk sangka terhadap kesempurnaan al-Quran sehingga berani melakukan sesuatu terhadap al-Quran mengikut hawa hafsu mereka.  Allah berfirman:

يَظُنُّوْنَ بِاللهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ.

"Mereka menyangka tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan orang-orang  jahiliah".
ALI IMRAN, 3:154.
وَمَا لَهُمْ مِنْ عِلْمٍ اِنْهُمْ اِلاَّ يَظُنُّوْنَ.

"Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-menduga (menyangka) sahaja".
  AL JAATSYIAH,  45:24
            Di dalam al-Quran, terdapat banyak ayat-ayat yang menerangkan bahawa setiap insan hanya bertanggungjawab di atas apa yang telah diamalkan oleh dirinya sendiri semasa di dunia. Tidak ada keterangan bahawa seseorang itu akan memikul tanggungjawab di atas amalan yang dilakukan oleh orang lain, sama ada yang bersangkut-paut dengan dosa atau pahala sebagaimana keterangan ayat di bawah ini:

اَلاَّ تَزِرُوْا وَازِرَةٌ وِزْرَ اُخْرَى ، وَاَنْ لَيْسَ لِلاِنْسَانِ اِلاَّ مَا سَعَى.
"Sesungguhnya seseorang itu tidak akan menanggung dosa seseorang yang lain dan bahawasanya manusia tidak akan memperolehi ganjaran melainkan apa yang telah ia kerjakan".
AN NAJM, 53:38-39.
            Berkata al-Hafiz Imam Ibn Kathir rahimahullah:

وَ مِنْ هَذِهِ اْلآيَةِ الْكَرِيْمَةِ اِسْتَنْبَطَ الشَّافِعِى رَحِمَهُ اللهُ وَمَنِ اتَّبعُهُ اَنَّ الْقِرَاءَ ةَ لاَ يَصِلُ اِهْدَاء ثَوَابَهَا الْمَوْتَى لاَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِهِمْ وَلاَ كَسْبِهِمْ وَلِهَذَا لَمْ يُنْدَب اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اُمَّتَهُ وَلاَ حَثَّهُمْ  عَلَيْهِ وَلاَ اَرْشَدَهُمْ اِلَيْهِ بِنَصٍ .
"Melalui ayat yang mulia ini, Imam Syafie rahimahullah dan para pengikutnya mengambil hukum bahawa pahala bacaan (al-Quran) dan hadiah pahala tidak sampai kepada si Mati kerana bukan dari amal mereka dan bukan usaha meraka (si Mati).  Oleh kerana itu Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam tidak pernah mensunnahkan umatnya dan mendesak mereka melakukan perkara tersebut dan tidak pula menunjuk kepadanya (menghadiahkan bacaan         kepada     si Mati) walaupun dengan satu nas (dalil)".14 [1]    
Al-Hafiz Imam as-Syaukani rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya:

لَيْسَ لَهُ اِلاَّ اَجْرُ سَعْيِهِ وَجَزَاءُ عَمَلِهِ وَلاَ يَنْفَعُ اَحَدًا عَمَلُ اَحَدٍ.

"Seseorang tidak akan mendapat melainkan balasan atas usahanya dan ganjaran amalan (yang diamalkannya sendiri), ia tidak memberi manfaat kepada seseorang akan amalan orang lain."15  [1]
Menurut Imam Ibn Kathir rahimahullah pula ayat di atas bermaksud:

كَمَا لاَيحْملُ عَلَيْهِ وِزْرُ غَيْرِهِ كَذَلِكَ لاَيَحْصلُ مِنَ اْلاَجْرِ اِلاَّ مَا كَسَبَ هُوَ نَفْسَهُ.
"Sebagaimana tidak dipikulkan (tidak dipertanggung-jawabkan) dosa orang lain begitu juga ia tidak mendapat ganjaran melainkan apa yang telah ia kerjakan (usahakan) sendiri (semasa di dunia)".16 [1]
Imam Ibn Kathir rahimahullah seterusnya menegaskan bahawa:

اِنَّ النُّفُوْسَ اِنَّمَا تُجَازَى بِاَعْمَالِهَا اِنْ خَيْرً فَخَيْرًا وَاِنْ شَرَّا فَشَرًّا
"Sesungguhnya manusia itu hanya menerima balasan menurut amalnya, jika baik maka baiklah balasannya dan jika buruk maka buruklah balasannya".17 [1]

Dan Imam Ibn Kathir berkata lagi:

لَمْ يُنْقَلْ ذَلِكَ عَنْ اَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَلَوْكَانَ خَيْرًا لَسَبَقُوْنَا اِلَيْهِ.
"Tidak pernah disalin (diterima) perkara itu (menghadiahkan bacaan kepada orang mati) walaupun dari seorang dari kalangan para sahabat radiallahu 'anhum.  Jika sekiranya ia suatu yang baik pasti mereka telah mendahului kita melakukannya".18 [1]
                Imam at-Tabari rahimahullah pula menafsirkan ayat ini:

اَنَّهُ لاَ يُجَازَى عَامِلٌ اِلاَّ بِعَمَلِهِ خَيْرًا كَانَ اَوْ شَرًّا
"Bahawasanya seseorang itu tidak menerima balasan dari amalnya, melainkan apa yang telah dikerjakan, sama ada (amalnya) itu baik atau buruk".19 [1]
Dan seterusnya Imam at-Tabari menjelaskan lagi:

لاَيُؤَاخَذُ بَعُقُوْبَةِ ذَنْب غَيْرُ عَامِلِهِ وَلاَ يُثَابُ عَلَى صَالِحٍ عَمَلِهِ غَيْرُهُ
"Tidak disiksa seseorang itu dengan sesuatu siksaan jika ia tidak mengerjakan dosa tersebut, dan tidak diberi ganjaran di atas amal soleh untuk orang yang tidak mengerjakannya "..20  [1]
Imam Fakhur ar-Razy rahimahullah pula menafsirkan:

اِنَّ الْحَسَنَةَ الْغَيْرِ لاَ تُجْدِى نَفْعًا وَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ صَالِحًا لاَيَنَالُ خَيْرًا فَيَكْمُلُ بِمَا وَيَظْهَرُ اَنَّ الْمُسِيْئَ لاَ يَجِدُ بِسَبَبِ حَسَنَةِ الْغَيْرِ تَوَابًا وَلاَ يَتَحَمَّلُ عَنْهُ اَحَدٌ عِقَابًا.
"Sesungguhnya kebaikan orang lain tidak memberi manfaat kepada orang lain yang tidak melakukannya, sesiapa yang tidak beramal soleh ia tidak mendapat kebaikannya.  Maka cukuplah dengan ayat ini sudah jelas bahawa orang yang berdosa tidak boleh mendapat ganjaran dengan sebab kebaikan orang lain dan tidak seseorangpun akan menanggung dosanya".21 [1]
Al-Hafiz Imam Jalalain rahimahullah pula menegaskan:

فَلَيْسَ لَهُ مِنْ سَعْيِ غَيْرِهِ الْخَيْرَ شَيْئٌ
"Maka seseorang tidak akan mendapat apa-apapun dari usaha orang lain".22 [1]    
Ayat di atas ini amat jelas.  Setiap orang mukmin yang berilmu dan beriman tidak mungkin berani mengubah ayat di atas ini kepada maksud yang sebaliknya atau menafsirkan kepada maksud dan pengertian yang bertentangan dengan penafsiran yang diizinkan oleh kaedah ulumul Quran atau syarat penafsiran yang diterima oleh syara.  Tambahan pula ayat di atas ini sudah jelas makna, maksud dan pengertiannya.  Ia telah ditafsirkan juga oleh jumhur ulama tafsir terutamanya Ibn Abbas melalui hadis dari Aisyah radhiallahu 'anha:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَتْ عَائِـشَةُ (لَمَّا سَمِعَتُ ذَلِكَ) حَسـْبُكُمُ الْقُرْآن ، وَلاَ تَزِرُوْا وَازِرَة وِزْرَ أخْرَى.  رواه البخاري ومسلم.
"Berkata Ibn Abbas:  Telah berkata Aisyah radiallahu ‘anha ketika mendengar hal tersebut:  Cukuplah bagi kamu ayat al-Quran.  Bahawa kamu tidak (dipertanggung-jawabkan) untuk memikul  dosa orang yang lain".  H/R Bukhari dan Muslim.        
Imam Ibn Kathir pula menjelaskan:

اِنَّ النُّفُوْسَ اِنَّمَا تُجَازَى بِاَعْمَالِهَا اِنْ خَيْرًا فَخَيْرًا وَاِنْ شَرًّا فَشَرًّا.
"Seseorang jiwa hanya dibalas menurut amalannya.  Jika baik maka baiklah balasannya dan jika amalannya jahat maka jahatlah balasannya".23  [1]
                Oleh yang demikian, sepatutnya setiap mukmin dapat mengenal dan memahami ayat dan hadis yang menerangkan bahawa setiap insan hanya menuai apa yang disemainya:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ.
"Sesiapa yang mengerjakan amal yang soleh maka untuk dirinya sendiri dan sesiapa berbuat kejahatan maka (dosa-dosanya) atas dirinya sendiri dan tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba".
FUSHILAT, 41:46

وَمَا تُجْزَوْنَ اِلاَّ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.
"Kamu tidak akan diberi balasan kecuali apa yang telah kamu kerjakan".
AS SAFAAT, 37:39.
لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ.

"Baginyalah apa yang dia kerjakan dan atasnyalah apa yang dia usahakan".
AL BAQARAH, 2:286.

مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأِنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ.
"Sesiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya dan sesiapa yang beramal soleh maka untuk diri mereka sendirilah (tempat yang menggembirakan)".
AR RUM, 30:44.
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلاَ يُجْزَى اِلاَّ مِثْلَهَا.
"Sesiapa yang melakukan kejahatan maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan".
AL MU'MIN, 40:40.

مَنِ اهْتَدَى فَاِنَّمَا يَهْتَدِى لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَاِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُوْا وَازِرَةٌ وِزْرَ أخْـرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً.
"Sesiapa yang beramal secara yang bersesuaian dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia telah berbuat untuk (keselamatan) dirinya sendiri dan sesiapa yang sesat maka kesesatan itu bagi dirinya sendiri.   Seseorang yang berdosa tidak akan dapat memikul dosa orang lain dan Kami tidak akan mengazab seseorang sebelum Kami mengutus seorang Rasul".
 AL ISRA', 17:15.
مَنْ تَزَكَّى فَاِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ.

"Sesiapa yang membersihkan dirinya (dari dosa-dosa) maka dia telah membersihkan dirinya sendiri".
FATIR, 35:18.

وَاتَّقُوْا يَوْمًا لاَتَجْزِى نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا.
"Dan hendaklah kamu takut kepada satu hari yang (di hari tersebut) tidak boleh seseorang melepaskan sesuatu apa pun dari seseorang yang lain".
AL-BAQARAH, 2:123.

فَالْيَوْمَ لاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلاَ تُجْزَوْنَ اِلاَّ مَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
"Maka pada hari (Kiamat) tidak seorang pun yang teraniaya sedikit juapun dan tidak dibalas pada kamu melainkan apa yang kamu telah kerjakan".
YASIN, 36:54.

يَاايُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ وَاخْشَوا يَوْمًا لاَ يَجْزِيْ وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُوْدٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا.
"Hai manusia!  Hendaklah kamu takut kepada satu hari (di akhirat) yang (di dalamnya) tidak boleh seseorang bapa melepaskan (sesuatu apa pun) dari anaknya dan tidak pula anaknya boleh melepaskan sesuatu apa dari ayahnya".
  LUQMAN, 31:33.
مَنْ جَاهَدَ فَاِنَّهَا يُجَاهَدُ لِنَفْسِهِ.

 "Sesiapa yang bekerja keras (di dunia) maka tidak lain melainkan untuk dirinya sendiri".
 AL-ANKABUT,  29:6.
            Imam Fakhrur Razi telah memberi komentar tentang kepercayaan bolehnya menghadiahkan pahala amalan kepada orang yang telah mati:

اِنَّ حَسَنَةَ الْغَيْرِ لاَ تُجْزِى نَفْعًا وَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ صَالِحًا لاَيَنَالُ خَيْرًا فَيَكْمُلُ بِهَا وَيَظْهَرُاَنَّ الْمُسِيْىءَ لاَيَجِدُ بِسَـبَبِ حَسَنَةِ الْغَيْرِ ثَوَابًاوَلاَ يَتَحَمَّلُ اَحَدٌ عِقَابًا.
"Sesungguhnya kebaikan orang lain tidak boleh memberi manfaat kepada orang yang lain kerana sesiapa yang tidak beramal soleh ia tidak akan mendapat kebaikannya.  Maka cukuplah dengan ayat ini sudah sempurna (memadai) dan jelas bahawa orang yang berdosa tidak boleh mendapat ganjaran dengan kebaikan orang lain dan tidak ada orang lain yang boleh menanggung segala dosanya (kesalahannya)".24  [1]
            Imam at-Tabari juga telah menerangkan di dalam tafsirnya:

اَنَّهُ لاَيُجَازَى عَامِلٌ اِلاَّبِعَمَلِهِ خَيْرًاكَانَ اَوْشَرًّا.
"Bahawasanya tidak akan dibalas seseorang yang beramal melainkan mengikut amalannya, jika baik dibalas baik dan jika buruk akan dibalas buruk".25 [1]
Banyak nas-nas dari al-Quran yang menjelaskan perkara ini antaranya ialah firman Allah ‘Azza wa-Jalla:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ.
"Tiap-tiap jiwa (seseorang) bergantung kepada apa yang telah ia usahakan (semasa hidupnya)".
AT-THUR, 52:21.

وَاَنْ لَيْسَ لِلاِنْسَانِ اِلاَّ مَا سَعَى.
"Dan sesungguhnya manusia itu tidak akan mendapat melainkan (menurut) apa yang telah diusahakan (semasa di dunia)".
AN-NAJM, 53:39.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَاهُ ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ.
"Maka sesiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar debu pasti dia akan melihatnya dan sesiapa yang mengerjakan kejahatan seberat debu pasti dia akan melihatnya".
AZ-ZILZAL, 99:7-8.

يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ.
"Pada hari seseorang itu akan melihat apa yang telah diusahakan oleh kedua tangannya".
AN-NABA', 78:41.
            Berpandukan kepada semua nas-nas dan beberapa penafsiran di atas, terbuktilah bahawa membacakan al-Quran dengan tujuan untuk menghadiahkan pahala amalan atau pahala bacaannya kepada orang lain terutamanya orang mati adalah perbuatan sia-sia yang membawa kepada bid'ah.  Tambahan pula tidak pernah ada suruhan atau contoh dari Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat atau kalangan Salaf as-Soleh yang membolehkannya, maka perbuatan ini bukanlah sunnah kerana tidak ada dalilnya dari syara.  Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda:

مَنْ صَنَعَ اَمْرًا عَلَى غَيْرِ اَمْرنَا فَهُوَ رَدٌّ
 “Sesiapa yang melakukan sesuatu perbuatan yang bukan dari suruhan kami maka ia tertolak (sia-sia dan bid’ah)”.
H/R Ibn Majah.


[1].   H/R  Muslim (3084) al-Wasaya.  Turmizi (1298) al-Ahkam.  Nasaii  (3591) al-Wasaya.  Abu  Daud (2494) al-Wasaya.  Ahmad (8489) Musnad.

[2].  H/R Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmizi dan an-Nasaii.

[3].  H/R Bukhari, Muslim dan an-Nasaii

[4].  H/R Bukhari dan an-Nasaii.

[5].  H/R an-Nasaii dan Imam Syafie.  Hadis sahih.

[6].  H/R Bukhari, Turmizi dan an-Nasaii.

[7].  H/R Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmizi dan an-Nasaii.

[8].  Lihat:  تفسير القرآن العظيم . ابن كثير  Jld. 4. Hlm. 335.

[9].   Lihat:  فتح القدير Jld.  5.  Hlm.  111.

[10].   Lihat:  Tafsir Ibn Kathir tentang ayat di atas.

[11].  Lihat:  تفسير ابن كثير 3. 444.

[12].  Lihat:  تفسير القرآن العظيم . ابن كثير  Jld. 4. Hlm. 330.

[13].  Lihat:  الطبرى (27-29).

[14].  Lihat:  الطبرى (27:40).

[15].  Lihat:  Tafsir al-Fakhrur ar-Razy.  7:788.

[16].  Lihat:  Tafsir Jalalain, 2:198.

[17].   Lihat:   ابن كثير.  Jld. 3.  Hlm. 444.

[18].   Lihat:  الفحر الرازى  Jld. 7.  Hlm.  738.

[19].   Lihat:  الطبرى Hlm. 27.

Sabtu, 02 Mei 2015

Isu Tahlilan

Sikap Kita Terhadap Hal Ini

Sebenarnya ini perbahasan yang agak panjang hinggakan umat Islam saling berantakan kerana kejahilan. Bukan jahil kerana mengatakan ianya boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, tetapi jahil kerana saling mencaci maki sesama umat Islam lain kerana hal tahlil; Sedangkan salah satu kesempurnaan iman adalah selamat saudaranya itu dari gangguan perkataan dan perbuatannya.

Hadith : Dari Abu Hurairah r.a : Rasulullah saw bersabda, “Kamu tidak (akan) dapat masuk syurga, sebelum kamu beriman, dan kamu belum dapat dikatakan mukmin sebelum kamu kasih mengasihi satu sama lain......” (0042) Sahih Muslim

Ini tidak lain hanya kerana terpedaya dengan bisikan syaitan;

Terjemahan : QS : 17 : 53 : ..... Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Syaitan yang membisikkan kepada kita dengan mempermainkan keegoan dan emosi sehingga keluar tuduhan dan caci maki sesama umat Islam hingga mengkafirkan sesama mereka. Perlu diingat bahawa apabila sesama Muslim itu berselisih mengenai sesuatu maka hendaklah kita mendamaikan dan kembali kepada Al-Quran dan Al-Sunnah.

Terjemahan : QS : 4 : 59 : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian JIKA KAMU BERLAINAN PENDAPAT MENGENAI SESUATU, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Pemahaman Yang Sebenar

Sebenarnya apa sahaja isu mengenai hal-hal ibadah perlu dikembalikan kepada Al-Quran dan Hadith. Ringkasnya, untuk memahami hal ini dengan cara yang benar dan mudah adalah kembali kepada dasar perselisihan itu dengan berpandukan Al-Quran dan hadith yang sahih mengikut kefahaman ‘Generasi Terbaik’ (iaitu para sahabat, tabi’in dan tabi’ al tabi’in). Mengapa perlu mengikut kefahaman generasi tersebut?

Terjemahan : QS : 9 : 100 : Dan orang-orang yang terdahulu - yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari golongan ‘Muhajirin’ dan ‘Ansar’ dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah redha akan mereka dan mereka pula redha akan Dia..... .

Hadith : Dari 'Imran bin Husain r.a : Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik umatku adalah yang orang-orang hidup pada zamanku (para sahabat) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (tabi’ut tabi’in)... [3377] Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad dan lainnya.

Maka jelas dalil di atas dari Al-Quran dan hadith bahawa, ‘Apa sahaja yang tidak mencontohi zaman generasi terbaik tersebut TIDAK AKAN jadi yang terbaik sampai kiamat pun’ kerana Allah telah menjanjikan keredhaan kepada kaum Muhajirin dan Ansar (iaitu para sahabat) serta orang-orang yang menurut jejak langkah mereka.

Sikap Mereka Yang Menolak ‘Generasi Terbaik’

Apabila telah diberi penjelasan dan dalil dari Al-Quran dan sunnah, tetapi mereka tetap berdegil dan mahu membelakangi Al-Quran dan sunnah maka jangan saling caci mencaci sesama umat Islam, sebaliknya doa kepada mereka supaya diberi hidayah. Sekiranya kita dicaci, maka jangan sesekali membalasnya kerana ia akan mengobarkan lagi api egois dan kedengkian yang dibisiki oleh syaitan.

Bersangka baiklah dengan menganggap sebenarnya penolakannya bukan bermaksud menolak wahyu, tetapi hanya berbeza cara pemahaman sahaja kerana mendengar dan belajar dari guru yang berbeza. Orang yang paling tepat adalah orang yang bangun dan mengkaji dan belajar dengan berpaksikan Al-Quran dan sunnah. Orang yang tidak benar adalah si pemalas lagi bertaklid buta dan mencipta ibadah yang tidak berasas dari Allah dan Rasul-Nya.

Perbincangan

Soalan 1 : Apakah hukum bacaan tahlil?

1.a). Apakah tahlil? - Tahlil adalah bacaan kalimah ‘لا إله إلا الله’ yang dibaca berulang-ulang untuk memuji Allah. Menjadi satu kewajiban bagi kita untuk memuji hanya kepada Allah. Bukan hanya sekadar tahlil sahaja malah ikutlah seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Antaranya;

Dari Abu Dzar r.a : Nabi saw bersabda, (diringkaskan)..... "Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara kepada kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah.... [1674] Riwayat Muslim

1.b). Apakah kenduri tahlil? – Kenduri tahlil adalah suatu majlis yang diadakan bagi mengingati kematian seseorang lalu keluarganya membuat majlis bacaan Al-Quran, zikir-zikir tertentu (termasuk tahlil) dan berdoa kepada si mayit di alam kubur dengan suara yang kuat secara beramai-ramai. Di beberapa tempat mereka menggunakan ‘microphone’ berserta dengan ‘amplifier’nya sekali dan dibaca dengan kuat.

Pengakhiran majlis itu diadakan dengan jamuan makan. Setiap tempat berbeza caranya, baik di Indonesia mahupun Malaysia. Malah berbeza juga negeri-negeri dan tempat-tempat sekitarnya. Pernah di Kuala Lumpur ini majlisnya diperlukan seseorang yang ingin bertahlil perlu bersedekah minima RM50.00. Sebenarnya apabila meletakkan bayaran, ini bukan sedekah sebaliknya caj perkhidmatan (urusniaga).

Ada pula yang mengkhususkan kenduri tahlil 3 hari 3 malam, kenduri 40 hari, kenduri 100 hari dan sebagainya. Ada pula yang melakukannya sebelum kenduri kahwin dan kemudian diikuti pula dengan sesi karaoke selepas itu. Maka kesemua ini secara jelas tiada asasnya dalam Islam.

Apa yang menurut sunnah adalah, apabila mendatangi atau menziarahi kematian, maka hendaklah kita menggembirakan keluarga si mati dengan membawa makanan atau sedekah wang ringgit dan bukannya makan dan minum di rumah si mati. Malah pernah juga terdapat kes dimana ahli keluarga menggunakan wang si mati sebelum melunaskan hutang-hutang si mati untuk membuat kenduri tahlil. Ini juga jelas haram.

Disebalik perbezaan-perbezaan itu maka terpancar satu soalan, iaitu bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya (Allah meredhai mereka) membuat kenduri tahlil untuk kita mengikutinya?

Jawapannya sangat mudah : Perbezaan berlaku kerana tiada satu dalil pun dari Rasulullah saw dan para sahabat pernah melakukannya. Oleh kerana itulah perbezaan begitu ketara kerana tiada dasar rujukannya. Oleh itu IA HANYA SEBAGAI ADAT dan boleh jadi haram atau harus.

Haram apabila;

a). Mengatakan ia sunnah. Ini sama seperti mencipta hadith palsu kerana tiada satu dalil dari hadith yang sahih.

b). Mengenakan caj bayaran kepada keluarga si mati ataupun meminta upah dan membebankan lagi tuan rumah secara tidak langsung.

c). Menggunakan wang si mati secara bathil.

d). Mengkhususkan hari-hari tertentu untuk untuk membuat kenduri tahlil seperti malam Jumaat dibaca surah Yasin, kenduri 40 hari, 3 hari dan sebagainya.

Dari Abu Hurairah r.a : Nabi saw bersabda, "Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumaat dengan solat malam di antara malam-malam yang lain dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya." [1930] Riwayat Muslim

e). Tidak bertaubat dan berharap apabila ia mati maka orang lain akan membuat kenduri tahlil untuknya. Beginilah kebanyakan orang sekarang, sejak dari hidup sampai mati mengharapkan belas ihsan orang lain sehingga bab ibadah, dosa dan pahala. Sangat menyedihkan.

Harus apabila;

Dilakukan oleh anak-anak si mati untuk bersedekah atasnya. Sedekah paling utama adalah air.

Soalan 2 : Benarkah dalam mazhab Syafi’e pahala bacaan tidak sampai kepadanya?

2.a). Pahala bacaan Al-Quran

2.b). Pahala bacaan tahlil

Tidak mungkin sama sekali seseorang boleh menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Saya tidak boleh menghadiahkan pahala kepada anda dan anda juga tidak boleh menghadiahkan pahala kepada sesiapa juga. Ini jelas. Contoh yang mudah;

‘A mempunyai 100 pahala. B mempunyai 50 pahala. Lalu A menyedekahkan pahala sebanyak 25 pahala kepada B dan menjadikan pahala mereka samarata.’

Masuk akalkah perkara ini? Tentu tidak kerana A dan B masing-masing tidak tahu banyak mana pahala mereka dan PALING UTAMA, tiada satu makhluk pun yang mampu memberi pahala kepada orang lain. Hanya Allah yang mampu memberi pahala kepada makhluknya. Ini adalah bab akidah. Tidak ada satu dalil pun mengatakan bahawa pahala kita boleh disedekahkan kepada orang lain.

Walaubagaimanapun, setiap sedekah dan doa itu sampai kepada Allah dan hanya Allah yang Maha Memakbulkan Segala Doa. Berkata Imam Nawawi dalam syarah Muslim bahawa ijma’ ulama mengatakan sedemikian (iaitu sampainya pahala doa dan sedekah kepada si mati).

Penghuni di langit mendoakan penghuni di bumi. Keluarga mendoakan kepada si mati. Anak soleh berdoa kepada kedua ibu bapanya. Semua doa itu sampai, tetapi tidak ada satu makhluk pun mampu memberi pahala kepada makhluk yang lain. Ini boleh membawa kepada syirik kerana wajib kita imani bahawa hanya Allah yang memberi ganjaran pahala dengan kehendak-Nya.

Syarah di dalam Nailul Authar mengatakan ‘yang masyhur dalam mazhab Syafi’i adalah pahala membaca Al-Quran tidak sampai kepada si mati. Tetapi, Imam Ahmad dan sebahagian dari mereka yang bermazhab Hanbali dan segelintir dari Syafi’i mengatakan ia sampai berdasarkan qiyas bahawa jika sedekah air, puasa dan lainnya sampai kepada si mati, mengapa tidak bacaan Al-Quran?’ (Jilid 3 hlm 1129).

Kesimpulan

Oleh itu bagi mereka (mazhab Hanbali) yang ingin membuat kenduri tahlil (bukan pada malam si mati itu dikebumikan, iaitu pada bila-bila masa yang tidak khusus) maka itu hanya sebagai adat kebiasaan sahaja dan bukannya sunnah. Ia boleh dilakukan selagi tidak melanggar dan bertentangan dengan syariat. Bersedekah dan berdoalah kepada si mati.

Mengenai bacaan Al-Quran pula masing-masing berbeza pendapat. Bagi yang berpendapat sampai pahala bacaan Al-Quran itu kepada si mati maka lakukanlah tanpa melanggar syariat. Malah antara syarat Imam Ahmad adalah tidak boleh memberi apa-apa upah kepada mereka yang membaca Al-Quran kepada si mati. Sebaiknya adalah anak atau ahli keluarga dan bukannya mengupah orang lain (Nailul Authar).

Namun perlu diingat sepakat imam mazhab yang empat berkata hidangan yang disediakan oleh keluarga si mati kepada orang ramai yang berhimpun adalah bidaah (Rujuk : al-Majmu’ Syarah, Syarah Fathul Qadir, al-Mughni dan Hasyiyah as-Dasuuqi).

Imam Nawawi yang menukil dari kitab al-Umm pula mengatakan Imam Syafi’i membenci acara ma’tam (berkumpul di tempat orang mati) kerana keadaan itu akan membuatkan keluarga si mati menjadi lebih sedih.

Bagi mereka yang mengatakan tidak sampai pahalanya, maka mereka juga benar kerana tiada satu dalil dari para ‘Generasi Terbaik’ melakukannya sedangkan setiap ibadah yang tidak ada asasnya dari mereka adalah tertolak. Malah pendapat ini lebih kuat;

Dari Aisyah r.a : Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dasar dari kami maka amalan itu tertolak." [24298] Sahih Riwayat Ahmad. Juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban

Oleh itu cukuplah sekadar berdoa kepada Allah SWT agar mengampunkan dosa-dosa orang yang telah pergi sebelum kita dan janganlah kedekut untuk berdoa kepada umat Islam yang lain di seluruh dunia. Bukankah ia lebih mudah dan boleh dilakukan oleh semua orang samada yang kaya ataupun miskin? Islam itu agama ilmu dan menjadi mudah bagi mereka yang menuntut ilmu.

Wallahu’alam

Koleksi Hadis at 6:29 AM