Jumat, 23 Oktober 2015

Menelusuri Jejak Islam Di Kepulauan Solor

Kupang, NU Online
Saat ini, wilayah kepulauan Solor yang terdiri atas Pulau Solor, Pulau Adonara, Pulau Lembata, Pantar, Alor dan beberapa pulau kecil di sekitarnya, lebih dipengaruhi oleh kebudayaan Katolik.

Tetapi siapa kira, kalau kawasan yang meliputi tiga Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, pernah mendapat pengaruh kuat dari beberapa kerajaan Islam di Maluku, Jawa dan Sulawesi sejak abad ke-15.

Seorang sosiolog dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Drs. Syarifuddin Gomang, MHons, dalam sebuah tulisannya, menghubungkan perkembangan di gugusan kepulauan itu dengan perkembangan salah satu kerajaan Islam di timur yakni Ternate.

Tersebutlah, pengganti Sultan Baabullah yang membalas kematian ayahnya Sultan Hairun, yang dibunuh Portugis, dengan mengepung Portugis dalam benteng di Ternate dan mengambil alih benteng pada tahun 1574.

Dalam puncak kejayaan itulah, Sultan Baabullah mendapat pengakuan kedaulatan dari masyarakat di 72 pulau, termasuk Kepulauan Solor.

Dari dokumen Portugis, Gomang mengungkapkan, Sultan Baabullah mengutus keponakannya bernama Kaichili Ulan ke Pulau Buru di Maluku, merekrut orang-orang dan mempersiapkan perahu untuk penyerangan ke Lohayong, sebuah basis pertahanan Portugis di Pulau Solor.

Rencana serangan itu, atas permintaan bantuan dari Solor untuk menyerang orang Portugis di Benteng Lohayong.

Dalam pelayaran Kaichili Ulan ke Solor tersebut, ikut pula banyak bangsawan Ternate dan pengikut mereka yang kemudian menetap di beberapa pulau di NTT. Di antara mereka terkenal nama Sultan Syarif Sahar dan isterinya, Syarifah, yang menetap di Pulau Solor dan nantinya memimpin orang Solor bertempur melawan Portugis, setelah bersekutu dengan VOC atau kongsi dagang Belanda yang bersaing dengan Portugis.

Tokoh ini, kemudian ikut pindah ke Kupang di Pulau Timor, ketika VOC memindahkan pusat kedudukan dari Solor ke Kupang pada tahun 1657. Di Kupang, Sultan Syarif lebih dikenal dengan nama Atu Laganama dan menjadi penyebar agama Islam pertama di sekitar Batu Besi, Kupang. Diduga, kedatangan Atu Laganama ini menandai migrasi pertama orang Islam Solor ke Kupang, sehingga sampai kini di ibukota Provinsi NTT itu, masih ada Kelurahan Solor.

Sebagian dari pasukan Kaichili Ulan, tidak hanya menetap di Pulau Solor, tetapi juga pulau-pulau lain mulai dari Flores Timur sampai ke Kabupaten Alor.

Karena itu, di Alor terdapat sebuah pulau bernama Pulau Ternate, sementara mereka yang menetap di Flores Timur antara lain dari klen Gogo, Likur dan Maloko. Bahkan, seorang ulama dari Ternate bernama Usman Barkat, menjadi tokoh penyebar agama Islam.

Di Blang Merang, Alor, pun sudah ada kampung Maluku pada abad ke-15, yang dihuni penduduk beragama Islam. Pada abad ke-17, gugusan kepulauan Solor dikabarkan resmi menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate yang berubah menjadi kerajaan Islam pada tahun 1683.

Kerajaan Islam

Penelitian lain yang dilakukan dosen Undana, Drs. Munandjar Widyatmika menyebut, pada tahun 1680 Lohayong di Solor merupakan sebuah kerajaan Islam yang memiliki supremasi terhadap kerajaan Islam lainnya.

Saat itu, Lohayong di Solor diperintah oleh seorang ratu bernama, Nyai Chili Muda, yang pada tahun 1663 mengirim surat kepada Gubernur Jenderal VOC di Batavia, memohon agak dikirimkan gading berukuran besar yang dijadikan bantal di kala ia wafat nanti.

Ia juga menyebut, Kedang sebuah wilayah di timur Pulau Lembata merupakan bagian dari Kerajaan Ternate, sementara di selatan Pulau Lembata juga terdapat sebuah kerajaan Islam yakni Lebala dengan raja terakhir Ibrahim Baha Manyeli.

Sementara Solor telah diduduki VOC sejak tahun 1646, tetapi Sultan Ternate baru resmi menyerahkan kepada Solor pada tahun 1683.

Pada saat yang sama, di Kalikur Kedang, Lembata terdapat klen Honi Ero yang berasal dari Seram, sedangkan raja Adonara di Pulau Adonara, masih keturunan dari Ternate.

Bahkan, Gomang dan Widyatmika menyebut, tidak diketahui pasti, siapa pendiri kerajaan Lohayong Islam di Solor, yang jelas pada masa Kerajaan Majapahit memperluas wilayah kekuasaan dalam kerangka persatuan Nusantara sejak tahun 1357 dengan menaklukkan Dompo di Nusa Tenggara Barat (NTB) di bawah Laksamana Nala.

Kemudian Lohayong Solor yang strategis dijadikan salah satu pusat kedudukan pasukan Majapahit.

Karena letaknya yang strategis, Lohayong di bawah pengaruh pedagang Islam dari Jawa dan Sulawesi, diduga pada waktu itu agama Islam telah berkembang di Lohayong Solor. Gomang dan Widyatmika menyebut tiga pilar kekuatan Islam pasca keruntuhan Majapahit, yakni Gresik, Gowa dan Ternate.

Gresik disebut-sebut telah mempunyai pengaruh di Solor, sebelum militer Portugis membangun benteng pada tahun 1566. Pelabuhan Solor dijadikan transit bagi perdagangan kayu cendana sebelum dijual ke Cina dan India.

Demikian pula Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan, telah menjadi kerajaan Islam tahun 1605, di mana raja beserta perdana menteri pada tahun 1626 melakukan ekspedisi ke timur, termasuk ke Solor dan Timor.

Dari rangkaian pengaruh Islam dari Jawa, Sulawesi dan Ternate Maluku tersebut, hingga kini beberapa perkampungan di lima pantai di Solor, Adonara dan Lembata atau lebih dikenal dengan "Solor Watan Lema" dikenal sebagai perkampungan muslim hingga kini.

Kelima kampung itu adalah, Lohayong dan Lamakera di Solor, Lamahala dan Terong di Adonara dan Lebala di Lembata.

Dari tempat-tempat itulah, Islam tersebar ke berbagai tempat terutama di pedalaman Solor, Adonara dan Lembata, namun umumnya di Kepulauan Solor, umat Islam umumnya menempati daerah pesisir mulai dari Pulau Solor, Adonara, Lembata, Pantar, Alor dan pulau-pulau kecil di sekitarnya dan menjadikan kawasan itu salah satu daerah muslim di Nusa Tenggara Timur (NTT). (ant/mad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar