Kamis, 19 September 2013
Jumat, 13 September 2013
SUMUR TUA TARAKAN
Pertamina mencoba teknologi baru untuk menaikkan produksi minyak di
sumur-sumur tua di ladang minyak Tarakan yang sudah berusia lebih 100
tahun. Caranya dengan menggunakan Electrical Submersible Pump (ESP).
Eksploitasi minyak besar-besaran di wilayah Kalimantan Timur sudah belangsung sejak ratusan tahun lalu. Ribuan juta barrel minyak disedot dari perut bumi Tarakan dan Sanga-sanga menyebabkan kandungan minyak tinggal sedikit. Itu sebab, tanpa teknologi baru, mustahil produksi minyak dari lapangan-lapangan ini dapat dioptimalkan.
Kini, PT Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi dan Produksi (UBEP) Sanga-sanga dan Tarakan mengembangkan teknologi baru yang diharapkan bisa menaikkan produksi minyak dari sumur-sumur tua. Lapangan minyak Sanga-sanga dan Tarakan adalah ladang minyak tua yang selama ini dikelola oleh PT Medco EP Indonesia melalui Technical Assistance Contract (TAC) dan sejak 15 Oktober 2008 lalu kerja sama pengelolaan itu tidak diperpanjang lagi.
Produksi meningkat dari rata-rata 4.300 barrel hingga 5.200 barrel per hari setelah kedua lapangan yang selama 16 tahun dikelola Medco EP Indonesia ini kembali dikerjakan sendiri Pertamina. “Berdasarkan perhitungan kami, dengan teknologi sekarang, Electrical Submersible Pump (ESP), produksi minyak dapat kita tingkatkan,” papar General Manager Pertamina UBEP Sanga-sanga Tarakan, Satoto Agustono kepada S Leonard Pohan wartawan Berita Indonesia di Tarakan, belum lama ini.
Untuk menambang minyak, selama ini PT Medco menerapkan pumping well atau pompa angguk, gaslift, dan flowing well. Dari sekitar 1.500 sumur tua di Tarakan dan Sanga-sanga, hanya 103 sumur yang berproduksi, 61 sumur berada di Tarakan. “Kita akan melakukan pengelolaan sumur-sumur tua yang dalam istilah perminyakan disebut reaktivasi. Kalau sumur itu masih potensial, kenapa tidak,” ujar Satoto Agustono menjawab Berita Indonesia atas banyaknya bangunan-bangunan baik milik Pemerintah maupun kepunyaan masyarakat di Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) di kedua daerah ini.
Penambangan minyak di Tarakan sendiri sudah berjalan seratus tahun lebih. Lebih seribu sumur minyak dibor di pulau dengan luas daratan sekitar 241,5 kilometer (Km2) ini. Sejak ditemukan minyak bumi di Kampung Satu tahun 1897 akhirnya sebuah perusahaan minyak Belanda Nederlandsch Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) melakukan pengeboran pada koordinat X=1812,66 – Y=2974,24 dengan kedalaman 290 meter yang diberi nama sumur Pamusian 1. Pada Tahun 1906 pengelolaan tambang minyak Tarakan diserahkan kepada Bataafsche Petrolium Maatschappij (BPM) dengan produksi pertama 23 ton minyak.
Pada tahun 1928, BPM sudah berhasil membor 418 sumur minyak di Area Pamusian dengan produksi 22.700 barrel per hari. Melihat produksi ini, perusahaan minyak Belanda ini memperluas wilayah pengeborannya ke Sesanip, Gunung Cangkol, Mangatal, dan Juwata. Sampai tahun 1935, BPM berhasil membor 937 lobang sumur minyak. Sebanyak 857 sumur di Pamusian, 32 sumur Sesanip, dan 68 sumur di Gunung Cangkol dan Juwata.
Pada tahun 1942, masuknya tentara Jepang ke Indonesia, khususnya Tarakan - ratusan sumur minyak produktif sengaja dirusak dan dibakar oleh BPM. Pengelolaan minyak di Tarakan diambil alih Jepang, dan pada bulan Mei 1942 melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan nama sumur E (Enemi) 657 yang kemudian berlanjut sampai bulan Juli 1945 membor sumur E 829. Atau hanya dalam waktu 3,5 tahun, Jepang berhasil membor 174 sumur minyak di Tarakan.
Kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II dan Indonesia merdeka, pada Desember 1946 BPM kembali mengelola ladang minyak di Tarakan. Namun, karena sesuatu hal, BPM meninggalkan Tarakan. Dari tahun 1950 sampai tahun 1968 atau selama 18 tahun kegiatan tambang minyak di Tarakan tidak ada. Pemerintah akhirnya, atau tepatnya 15 Oktober 1968 menyerahkan pengelolaannya kepada Pertamina. Namun setelah berjalan 2, 5 tahun atau pada 17 Maret 1971 Pertamina mengadakan Technical Assistance Contract (TAC) dengan REDCO sebuah perusahaan minyak Amerika, selanjutnya mengalihkan kepada Tesoro Petroleum Corporation, sebuah perusahaan Amerika.
Berdasarkan pengalihan tersebut, lapangan Tarakan dikelola Joint Operation Pertamina Tesoro (JOPT) dan pada 1 Desember 1980 semua karyawan Pertamina yang diperbantukan ke Tesoro diintegrasikan ke perusahaan asing ini atau menjadi karyawan Tesoro Indonesia Petroleum Company (TIPCO). Tapi, pengelolaan lapangan minyak tetap menggunakan sistem TAC sampai kontrak berakhir pada tanggal 15 Oktober 1980 yang kemudian diperpanjang 20 tahun.
Tampaknya, Tesoro memilih jalan menjual perusahaan itu. Setelah tiga tahun berjalan, tepatnya 15 Juni 1992 TIPCO mengalihkan seluruh sahamnya kepada PT Exspan Kalimantan salah satu anak perusahaan PT Medco Tbk. Selama 10 tahun, perusahaan minyak yang berpusat di San Antonio Amerika ini berhasil menggali 17 sumur minyak di Tarakan dengan kerja sama Production Sharing Contract (PSC). Medco sendiri, selain memelihara sumur-sumur tua (TAC), berhasil menemukan 33 sumur-sumur minyak dan gas baru. SLP (Berita Indonesia 68)
Eksploitasi minyak besar-besaran di wilayah Kalimantan Timur sudah belangsung sejak ratusan tahun lalu. Ribuan juta barrel minyak disedot dari perut bumi Tarakan dan Sanga-sanga menyebabkan kandungan minyak tinggal sedikit. Itu sebab, tanpa teknologi baru, mustahil produksi minyak dari lapangan-lapangan ini dapat dioptimalkan.
Kini, PT Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi dan Produksi (UBEP) Sanga-sanga dan Tarakan mengembangkan teknologi baru yang diharapkan bisa menaikkan produksi minyak dari sumur-sumur tua. Lapangan minyak Sanga-sanga dan Tarakan adalah ladang minyak tua yang selama ini dikelola oleh PT Medco EP Indonesia melalui Technical Assistance Contract (TAC) dan sejak 15 Oktober 2008 lalu kerja sama pengelolaan itu tidak diperpanjang lagi.
Produksi meningkat dari rata-rata 4.300 barrel hingga 5.200 barrel per hari setelah kedua lapangan yang selama 16 tahun dikelola Medco EP Indonesia ini kembali dikerjakan sendiri Pertamina. “Berdasarkan perhitungan kami, dengan teknologi sekarang, Electrical Submersible Pump (ESP), produksi minyak dapat kita tingkatkan,” papar General Manager Pertamina UBEP Sanga-sanga Tarakan, Satoto Agustono kepada S Leonard Pohan wartawan Berita Indonesia di Tarakan, belum lama ini.
Untuk menambang minyak, selama ini PT Medco menerapkan pumping well atau pompa angguk, gaslift, dan flowing well. Dari sekitar 1.500 sumur tua di Tarakan dan Sanga-sanga, hanya 103 sumur yang berproduksi, 61 sumur berada di Tarakan. “Kita akan melakukan pengelolaan sumur-sumur tua yang dalam istilah perminyakan disebut reaktivasi. Kalau sumur itu masih potensial, kenapa tidak,” ujar Satoto Agustono menjawab Berita Indonesia atas banyaknya bangunan-bangunan baik milik Pemerintah maupun kepunyaan masyarakat di Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) di kedua daerah ini.
Penambangan minyak di Tarakan sendiri sudah berjalan seratus tahun lebih. Lebih seribu sumur minyak dibor di pulau dengan luas daratan sekitar 241,5 kilometer (Km2) ini. Sejak ditemukan minyak bumi di Kampung Satu tahun 1897 akhirnya sebuah perusahaan minyak Belanda Nederlandsch Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) melakukan pengeboran pada koordinat X=1812,66 – Y=2974,24 dengan kedalaman 290 meter yang diberi nama sumur Pamusian 1. Pada Tahun 1906 pengelolaan tambang minyak Tarakan diserahkan kepada Bataafsche Petrolium Maatschappij (BPM) dengan produksi pertama 23 ton minyak.
Pada tahun 1928, BPM sudah berhasil membor 418 sumur minyak di Area Pamusian dengan produksi 22.700 barrel per hari. Melihat produksi ini, perusahaan minyak Belanda ini memperluas wilayah pengeborannya ke Sesanip, Gunung Cangkol, Mangatal, dan Juwata. Sampai tahun 1935, BPM berhasil membor 937 lobang sumur minyak. Sebanyak 857 sumur di Pamusian, 32 sumur Sesanip, dan 68 sumur di Gunung Cangkol dan Juwata.
Pada tahun 1942, masuknya tentara Jepang ke Indonesia, khususnya Tarakan - ratusan sumur minyak produktif sengaja dirusak dan dibakar oleh BPM. Pengelolaan minyak di Tarakan diambil alih Jepang, dan pada bulan Mei 1942 melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan nama sumur E (Enemi) 657 yang kemudian berlanjut sampai bulan Juli 1945 membor sumur E 829. Atau hanya dalam waktu 3,5 tahun, Jepang berhasil membor 174 sumur minyak di Tarakan.
Kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II dan Indonesia merdeka, pada Desember 1946 BPM kembali mengelola ladang minyak di Tarakan. Namun, karena sesuatu hal, BPM meninggalkan Tarakan. Dari tahun 1950 sampai tahun 1968 atau selama 18 tahun kegiatan tambang minyak di Tarakan tidak ada. Pemerintah akhirnya, atau tepatnya 15 Oktober 1968 menyerahkan pengelolaannya kepada Pertamina. Namun setelah berjalan 2, 5 tahun atau pada 17 Maret 1971 Pertamina mengadakan Technical Assistance Contract (TAC) dengan REDCO sebuah perusahaan minyak Amerika, selanjutnya mengalihkan kepada Tesoro Petroleum Corporation, sebuah perusahaan Amerika.
Berdasarkan pengalihan tersebut, lapangan Tarakan dikelola Joint Operation Pertamina Tesoro (JOPT) dan pada 1 Desember 1980 semua karyawan Pertamina yang diperbantukan ke Tesoro diintegrasikan ke perusahaan asing ini atau menjadi karyawan Tesoro Indonesia Petroleum Company (TIPCO). Tapi, pengelolaan lapangan minyak tetap menggunakan sistem TAC sampai kontrak berakhir pada tanggal 15 Oktober 1980 yang kemudian diperpanjang 20 tahun.
Tampaknya, Tesoro memilih jalan menjual perusahaan itu. Setelah tiga tahun berjalan, tepatnya 15 Juni 1992 TIPCO mengalihkan seluruh sahamnya kepada PT Exspan Kalimantan salah satu anak perusahaan PT Medco Tbk. Selama 10 tahun, perusahaan minyak yang berpusat di San Antonio Amerika ini berhasil menggali 17 sumur minyak di Tarakan dengan kerja sama Production Sharing Contract (PSC). Medco sendiri, selain memelihara sumur-sumur tua (TAC), berhasil menemukan 33 sumur-sumur minyak dan gas baru. SLP (Berita Indonesia 68)
Sabtu, 07 September 2013
ARB Alasan Saya Maju Jadi Calon Presiden
Banyak
orang menilai bahwa saya maju sebagai calon presiden Partai Golkar
merupakan ambisi pribadi saya. Ini jelas sebuah penilaian yang salah.
Karena sejak kecil saya tidak pernah bercita-cita menjadi presiden.
Perjalanan hidup dan pengabdian kepada bangsa lah yang mengantarkan saya
kepada keputusan tersebut.
Memang sejak dulu saya suka berorganisasi, mulai menjadi ketua kelas, ketua OSIS, ketua umum Senat Mahasiswa Elektro ITB, dan Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Saya juga mendirikan HIPMI dan jadi ketua HIPMI yang ke tiga, kemudian jadi ketua umum Persatuan Insinyur Indonesia dan ketua umum Kadin. Meski selalu menjadi pemimpin di setiap organisasi, saya belum pernah terfikir untuk menjadi pemimpin bangsa ini.
Rupanya antara cita-cita dan kenyataannya berbeda-beda. Dari semua, yang paling tepat adalah saya. Saya tulis di situ saya ingin menjadi insinyur dan pengusaha besar, dan ketika dibuka box cita-cita itu pada 1996, cita-cita saya itu tercapai. Kemudian kehidupan saya memang lebih banyak berkecimpung dalam dunia usaha. (Pengalaman saya di dunia usaha bisa dibaca di artikel ini).
Sampai pada 2004, Saya akhirnya masuk ke pemerintahan dan meninggalkan dunia usaha. Yang meminta saya masuk ke pemerintahan adalah Pak Jusuf Kalla. Saya memang akrab dan sering berdiskusi dengan beliau, karena saya ketua umum Kadin dan beliau pernah menjadi ketua Kadin Sulsel. Saat beliau menjadi Wakil Presiden, beliau menawarkan jabatan Menko Perekonomian kepada saya, tapi saya tolak. Kalau pun harus masuk di pemerintahan, saya hanya ingin menjadi penasihat presiden di bidang ekonomi saja. Saat itu bulan puasa dan Pak JK meminta saya pikir-pikir dulu. Malamnya setelah berbuka, beliau menelepon lagi dan bilang pada saya, bahwa saya harus masuk kabinet.
“Saya ini tidak punya temen di kabinet yang dari bisnis yang mengerti pemikiran-pemikiran saya. Kamu harus ikut, kalau mau berjuang harus basah, jangan cuma cuci-cuci muka,” kata Pak JK, yang kemudian membuat saya mau masuk pemerintahan dan menerima jabatan Menko Perekonomian.
Selama menjadi Menko Perekonomian banyak hal yang sudah saya lakukan. Misalnya saya berhasil melakukan negosiasi dengan Exxon di Blok Cepu. Awalnya Exxon memiliki sebesar 30 persen dan sudah disetujui pemerintah. Tapi saya berhasil menjadikan 3,5 persen. Sehingga negara bisa mendapat 93 persen, dan sisanya 3,5 persen milik Pertamina. Dari sisi manajemannya, saya buat jika direktur utamanya Exxon, maka presiden komisarisnya harus dari Pertamina. Jika wakil direktur utama Pertamina, wakil komisarisnya Exxon, dan begitu seterusnya. Selama negosiasi, saya terbang ke tempat-tempatnya Exxon itu pun saya tidak memakai uang negara, tapi memakai dana pribadi saya.
Suatu waktu, saya menaikkan harga BBM dengan guidance dari Pak JK dan presiden. Saya mengumumkan kenaikan BBM 114 persen dan itu menyelamatkan ekonomi Indonesia pada saat itu. Tentu dengan kompensasi pada masyarakat miskin di bidang pendidikan (BOS) dan kesehatan (Askeskin). Subsidi BBM yang sebelumnya sebagian besar dinikmati orang kaya kita alihkan ke orang miskin. Saya ambil tanggungjawab mengumumkan keputusan yang tidak populis ini. Saya didemo dan dihujat di mana-mana.
Sampai akhirnya saya dipindah jadi Menko Kesra. Terus terang pada awalnya saya marah atas keputusan presiden itu. Saya merasa kecewa, saya merasa dibuang. Bahkan saya mengekspresikan kemarahan saya dengan memakai dasi saya warnanya ungu saat pelantikan.
Namun kemudian seiring berjalannya waktu saya mendapat hikmahnya. Saya justru merasa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah atas pemindahan saya jadi Menko Kesra. Sebab dengan jabatan ini ternyata saya mendapatkan banyak pelajaran berharga yang mengubah hidup saya.
Jika menjadi Menko Perekonomian, saya mungkin tidak akan banyak belajar sebagaimana di Kesra. Jika tetap jadi Menko Perekonomian, saya hanya akan berkutat dengan masalah ekonomi dan keuangan yang sebenarnya adalah makanan sehari-hari saya yang berlatar belakang seorang pengusaha. Tetapi, dengan menjadi Menko Kesra saya punya banyak pengalaman baru.Saat menjadi Menko Kesra, saya bisa berinteraksi dengan warga miskin secara langsung. Mempelajari atau melihat kemiskinan di literatur dengan berinteraksi dengan mereka secara langsung itu sangat berbeda. Saya jadi mengetahui problem-problem kesejahteraan rakyat secara langsung di lapangan, dengan mata kepala saya sendiri.
Persepsi saya juga banyak berubah. Dulu saya takut dengan orang yang menderita HIV/AIDS. Jangankan bersalaman, berdekatan saja saya takut. Namun dengan menjadi Menko Kesra saya mendapat informasi dan berinteraksi langsung dengan mereka. Saya kemudian berani berpelukan dengan mereka. Bahkan saya mengangkat penderita HIV/AIDS menjadi salah satu anggota komisi penanggulangan HIV/AIDS, meski banyak yang menentang awalnya.
Contoh lain dulu saya tidak mau makan ikan lele, ikan ini menurut saya kotor dan jorok. Tetapi setelah jadi menteri dan melihat sendiri peternakannya, saya jadi suka ikan lele. Selain itu, masih banyak contoh lainnya yang kesemuanya meninggalkan pengalaman berharga bagi saya.
Namun dari semua pengalaman itu ada satu pengalaman yang paling berkesan, yaitu pengalaman di Yahukimo, Papua. Saat saya berhasil menanggulangi bencana kelaparan di sana (pengalaman saya di Yahukimo, bisa dibaca di artikel ini).
Alhamdulilla dengan kerja keras itu bukan hanya kelaparan yang dapat diatasi, namun banyak juga saudara kita yang sebelumnya memilih bergabung dengan Organisasi Papua Merdeka, mau kembali ke NKRI, setelah kita memberikan mereka kesejahteraan (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini).
Selain itu semua tentu saja masih banyak pengalaman menarik dan berharga lainnya saat saya menjadi Menko Kesra. Seperti cara penanggulangan kemiskinan (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini), PNPM Mandiri (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini), dan program-program kesejahteraan rakyat lainnya yang masih berjalan sampai saat ini.
Untuk pengabdian saya di Kemenko Kesra ini, bahkan mendapat apresiasi dari negara. Jumat, 12 Agustus 2011, saya mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana atas pencapaian saya selama mengabdi sebagai Menko Kesra. Tapi tentu saja pengalaman yang saya dapat selama terjun ke masyarakat dan menanggulangi segala problemanya jauh lebih berharga.
Setelah tidak lagi di pemerintahan pada tahun 2009, saya kemudian menjadi ketua umum Partai Golkar. Sampai di sini masih belum terpikir juga keinginan untuk maju sebagai capres. Karena itu, dulu setiap ditanya apakah mau jadi capres, saya selalu bilang: terpikirkan saja belum.
Tetapi dengan berjalannya waktu, saya mulai berpikir, dengan segala pengalaman saya itu, apakah pengalaman yang diberikan Allah itu saya buang sia-sia, atau saya abdikan kepada rakyat. Lalu saya mulai membicarakan hal itu dengan istri saya. Istri saya pada awalnya tidak setuju. Lalu saya bilang pada ibu saya, jawabannya sama, juga tidak setuju. Anak-anak dan saudara saya juga tidak setuju.
Ibu saya bahkan mengatakan saya boleh maju jadi capres jika beliau sudah wafat. Karena Ibu saya dan keluarga saya tidak tahan melihat saya diserang, dihina, dan difitnah, jika maju sebagai capres. Ini yang membuat saya selalu menunda, ketika kader saya di Partai Golkar mendesak saya maju jadi capres (Soal pencapresan saya di Partai Golkar bisa dibaca di artikel ini).
Tetapi akhirnya saya memutuskan untuk maju. Saya maju bukan untuk ambisi pribadi saya. Bukan untuk harta, karena Alhamdulillah Allah member saya rejeki yang cukup banyak. Buka untuk jabatan atau popularitas, karena Alhamdulillah saya juga sudah cukup populer dan dikenal. Bahkan pula untuk kepentingan keluarga saya, karena justru merekalah yang paling menderita dengan keputusan saya ini. Karena waktunya dengan saya jadi berkurang, ikut mendapatkan dampak serangan dari lawan-lawan politik, dan sebagainya.
Bahkan mungkin jika orang di posisi saya, mereka lebih memilih menimang cucu dan jalan-jalan ke luar ngeri menikmati hidup, daripada capek-capek turun ke daerah-daerah, menghabiskan banyak waktu, dana, dan tenaga. Tapi itu bukan pilihan saya lebih memilih pengabdian pada bangsa dan negara dengan cara maju sebagai capres.
Saya ingin pengalaman saya berguna untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa ini. Apalagi, dari kandidat yang ada, saya lihat belum ada yang mempunyai pengalaman selengkap saya. Khususnya dalam upaya mensejahterakan rakyat.
Saya tidak ngoyo, karena ini bukan ambisi, tapi sebuah pengabdian. Jika masyarakat tidak memberikan kepercayaan pada saya, dan Allah tidak mengizinkan saya jadi presiden, saya legowo dan akan mengabdi pada tempat lain. Makanya saat ada majalah yang maksudnya mengejek saya dengan judul mengatakan: hanya Tuhan yang bisa menjadikan ARB presiden. Saya senyum saja. Karena itu benar. Yang bisa menjadikan saya presiden memang Tuhan, karena hidup kita ini di tangan Allah. Kalau Dia menghendaki semua terjadi, begitu pula sebaliknya.
Tapi saya sangat optimis dan bekerja keras untuk mencapai hal itu. Bagi saya dengan optimis saja kita sudah separuh menang. Saya sadar perjuangan untuk itu sangat panjang dan terjal. Saya mengibaratkannya seperti mendaki Gunung Semeru. Tapi saya senang dengan tantangan, karena tantangan membuat adrenalin saya naik. Tantangan lah yang sesungguhnya membuat hidup kita lebih berarti dan bermakna. Alhamdulillah selama ini banyak tantangan dalam hidup ini yang berhasil saya lewati dan selesaikan dengan baik.
Saya sudah memilih. Saya siap dengan segala resikonya. Ibarat sebuah pohon: makin tinggi pohon makin
kencang anginnya. Tapi saya memilih jadi pohon yang tinggi, meski angin begitu kencang menyerang. Saya tidak mau menjadi rumput yang ada di bawah. Karena meski tak diterpa angin kencang, rumput diinjak-injak orang.
Itulah cerita mengapa saya maju menjadi capres. Sebuah proses pengabdian bagi bangsa, bukan sebuah ambisi pribadi. Semoga Allah SWT meridhoi melancarkan jalan saya, dan semoga rakyat Indonesia mendukung saya untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa ini.
Saya
ingat saat akan lulus SMA, saat itu tahun 1964. Saya dan teman-teman
menulis surat wasiat yang berisi cita-cita kami, lalu menempatkannya di
dalam box untuk kita buka pada tahun 1996. Waktu itu ada teman yang
mengatakan ingin menjadi pemimpin besar revolusi (istilah presiden pada
waktu itu), namun ternyata dia jadi pengusaha. Ada yang ingin berjuang
bawa senjata (jadi TNI), ternyata jadi guru.
Saya selalu menceritakan hal ini kepada mereka yang menanyakan alasan
saya bersedia maju sebagai calon presiden (capres) di berbagai
kesempatan. Seperti Jumat kemarin, 26 April 2013, saat acara silaturahmi
dengan karyawan ANTV dan VIVA group. Di dalam acara itu, saya
menceritakan latar belakang mengapa saya akhirnya bersedia maju sebagai
capres.Memang sejak dulu saya suka berorganisasi, mulai menjadi ketua kelas, ketua OSIS, ketua umum Senat Mahasiswa Elektro ITB, dan Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Saya juga mendirikan HIPMI dan jadi ketua HIPMI yang ke tiga, kemudian jadi ketua umum Persatuan Insinyur Indonesia dan ketua umum Kadin. Meski selalu menjadi pemimpin di setiap organisasi, saya belum pernah terfikir untuk menjadi pemimpin bangsa ini.
Rupanya antara cita-cita dan kenyataannya berbeda-beda. Dari semua, yang paling tepat adalah saya. Saya tulis di situ saya ingin menjadi insinyur dan pengusaha besar, dan ketika dibuka box cita-cita itu pada 1996, cita-cita saya itu tercapai. Kemudian kehidupan saya memang lebih banyak berkecimpung dalam dunia usaha. (Pengalaman saya di dunia usaha bisa dibaca di artikel ini).
Sampai pada 2004, Saya akhirnya masuk ke pemerintahan dan meninggalkan dunia usaha. Yang meminta saya masuk ke pemerintahan adalah Pak Jusuf Kalla. Saya memang akrab dan sering berdiskusi dengan beliau, karena saya ketua umum Kadin dan beliau pernah menjadi ketua Kadin Sulsel. Saat beliau menjadi Wakil Presiden, beliau menawarkan jabatan Menko Perekonomian kepada saya, tapi saya tolak. Kalau pun harus masuk di pemerintahan, saya hanya ingin menjadi penasihat presiden di bidang ekonomi saja. Saat itu bulan puasa dan Pak JK meminta saya pikir-pikir dulu. Malamnya setelah berbuka, beliau menelepon lagi dan bilang pada saya, bahwa saya harus masuk kabinet.
“Saya ini tidak punya temen di kabinet yang dari bisnis yang mengerti pemikiran-pemikiran saya. Kamu harus ikut, kalau mau berjuang harus basah, jangan cuma cuci-cuci muka,” kata Pak JK, yang kemudian membuat saya mau masuk pemerintahan dan menerima jabatan Menko Perekonomian.
Selama menjadi Menko Perekonomian banyak hal yang sudah saya lakukan. Misalnya saya berhasil melakukan negosiasi dengan Exxon di Blok Cepu. Awalnya Exxon memiliki sebesar 30 persen dan sudah disetujui pemerintah. Tapi saya berhasil menjadikan 3,5 persen. Sehingga negara bisa mendapat 93 persen, dan sisanya 3,5 persen milik Pertamina. Dari sisi manajemannya, saya buat jika direktur utamanya Exxon, maka presiden komisarisnya harus dari Pertamina. Jika wakil direktur utama Pertamina, wakil komisarisnya Exxon, dan begitu seterusnya. Selama negosiasi, saya terbang ke tempat-tempatnya Exxon itu pun saya tidak memakai uang negara, tapi memakai dana pribadi saya.
Suatu waktu, saya menaikkan harga BBM dengan guidance dari Pak JK dan presiden. Saya mengumumkan kenaikan BBM 114 persen dan itu menyelamatkan ekonomi Indonesia pada saat itu. Tentu dengan kompensasi pada masyarakat miskin di bidang pendidikan (BOS) dan kesehatan (Askeskin). Subsidi BBM yang sebelumnya sebagian besar dinikmati orang kaya kita alihkan ke orang miskin. Saya ambil tanggungjawab mengumumkan keputusan yang tidak populis ini. Saya didemo dan dihujat di mana-mana.
Sampai akhirnya saya dipindah jadi Menko Kesra. Terus terang pada awalnya saya marah atas keputusan presiden itu. Saya merasa kecewa, saya merasa dibuang. Bahkan saya mengekspresikan kemarahan saya dengan memakai dasi saya warnanya ungu saat pelantikan.
Namun kemudian seiring berjalannya waktu saya mendapat hikmahnya. Saya justru merasa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah atas pemindahan saya jadi Menko Kesra. Sebab dengan jabatan ini ternyata saya mendapatkan banyak pelajaran berharga yang mengubah hidup saya.
Jika menjadi Menko Perekonomian, saya mungkin tidak akan banyak belajar sebagaimana di Kesra. Jika tetap jadi Menko Perekonomian, saya hanya akan berkutat dengan masalah ekonomi dan keuangan yang sebenarnya adalah makanan sehari-hari saya yang berlatar belakang seorang pengusaha. Tetapi, dengan menjadi Menko Kesra saya punya banyak pengalaman baru.Saat menjadi Menko Kesra, saya bisa berinteraksi dengan warga miskin secara langsung. Mempelajari atau melihat kemiskinan di literatur dengan berinteraksi dengan mereka secara langsung itu sangat berbeda. Saya jadi mengetahui problem-problem kesejahteraan rakyat secara langsung di lapangan, dengan mata kepala saya sendiri.
Persepsi saya juga banyak berubah. Dulu saya takut dengan orang yang menderita HIV/AIDS. Jangankan bersalaman, berdekatan saja saya takut. Namun dengan menjadi Menko Kesra saya mendapat informasi dan berinteraksi langsung dengan mereka. Saya kemudian berani berpelukan dengan mereka. Bahkan saya mengangkat penderita HIV/AIDS menjadi salah satu anggota komisi penanggulangan HIV/AIDS, meski banyak yang menentang awalnya.
Contoh lain dulu saya tidak mau makan ikan lele, ikan ini menurut saya kotor dan jorok. Tetapi setelah jadi menteri dan melihat sendiri peternakannya, saya jadi suka ikan lele. Selain itu, masih banyak contoh lainnya yang kesemuanya meninggalkan pengalaman berharga bagi saya.
Namun dari semua pengalaman itu ada satu pengalaman yang paling berkesan, yaitu pengalaman di Yahukimo, Papua. Saat saya berhasil menanggulangi bencana kelaparan di sana (pengalaman saya di Yahukimo, bisa dibaca di artikel ini).
Alhamdulilla dengan kerja keras itu bukan hanya kelaparan yang dapat diatasi, namun banyak juga saudara kita yang sebelumnya memilih bergabung dengan Organisasi Papua Merdeka, mau kembali ke NKRI, setelah kita memberikan mereka kesejahteraan (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini).
Selain itu semua tentu saja masih banyak pengalaman menarik dan berharga lainnya saat saya menjadi Menko Kesra. Seperti cara penanggulangan kemiskinan (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini), PNPM Mandiri (tulisan soal ini bisa dibaca di artikel ini), dan program-program kesejahteraan rakyat lainnya yang masih berjalan sampai saat ini.
Untuk pengabdian saya di Kemenko Kesra ini, bahkan mendapat apresiasi dari negara. Jumat, 12 Agustus 2011, saya mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana atas pencapaian saya selama mengabdi sebagai Menko Kesra. Tapi tentu saja pengalaman yang saya dapat selama terjun ke masyarakat dan menanggulangi segala problemanya jauh lebih berharga.
Setelah tidak lagi di pemerintahan pada tahun 2009, saya kemudian menjadi ketua umum Partai Golkar. Sampai di sini masih belum terpikir juga keinginan untuk maju sebagai capres. Karena itu, dulu setiap ditanya apakah mau jadi capres, saya selalu bilang: terpikirkan saja belum.
Tetapi dengan berjalannya waktu, saya mulai berpikir, dengan segala pengalaman saya itu, apakah pengalaman yang diberikan Allah itu saya buang sia-sia, atau saya abdikan kepada rakyat. Lalu saya mulai membicarakan hal itu dengan istri saya. Istri saya pada awalnya tidak setuju. Lalu saya bilang pada ibu saya, jawabannya sama, juga tidak setuju. Anak-anak dan saudara saya juga tidak setuju.
Ibu saya bahkan mengatakan saya boleh maju jadi capres jika beliau sudah wafat. Karena Ibu saya dan keluarga saya tidak tahan melihat saya diserang, dihina, dan difitnah, jika maju sebagai capres. Ini yang membuat saya selalu menunda, ketika kader saya di Partai Golkar mendesak saya maju jadi capres (Soal pencapresan saya di Partai Golkar bisa dibaca di artikel ini).
Tetapi akhirnya saya memutuskan untuk maju. Saya maju bukan untuk ambisi pribadi saya. Bukan untuk harta, karena Alhamdulillah Allah member saya rejeki yang cukup banyak. Buka untuk jabatan atau popularitas, karena Alhamdulillah saya juga sudah cukup populer dan dikenal. Bahkan pula untuk kepentingan keluarga saya, karena justru merekalah yang paling menderita dengan keputusan saya ini. Karena waktunya dengan saya jadi berkurang, ikut mendapatkan dampak serangan dari lawan-lawan politik, dan sebagainya.
Bahkan mungkin jika orang di posisi saya, mereka lebih memilih menimang cucu dan jalan-jalan ke luar ngeri menikmati hidup, daripada capek-capek turun ke daerah-daerah, menghabiskan banyak waktu, dana, dan tenaga. Tapi itu bukan pilihan saya lebih memilih pengabdian pada bangsa dan negara dengan cara maju sebagai capres.
Saya ingin pengalaman saya berguna untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa ini. Apalagi, dari kandidat yang ada, saya lihat belum ada yang mempunyai pengalaman selengkap saya. Khususnya dalam upaya mensejahterakan rakyat.
Saya tidak ngoyo, karena ini bukan ambisi, tapi sebuah pengabdian. Jika masyarakat tidak memberikan kepercayaan pada saya, dan Allah tidak mengizinkan saya jadi presiden, saya legowo dan akan mengabdi pada tempat lain. Makanya saat ada majalah yang maksudnya mengejek saya dengan judul mengatakan: hanya Tuhan yang bisa menjadikan ARB presiden. Saya senyum saja. Karena itu benar. Yang bisa menjadikan saya presiden memang Tuhan, karena hidup kita ini di tangan Allah. Kalau Dia menghendaki semua terjadi, begitu pula sebaliknya.
Tapi saya sangat optimis dan bekerja keras untuk mencapai hal itu. Bagi saya dengan optimis saja kita sudah separuh menang. Saya sadar perjuangan untuk itu sangat panjang dan terjal. Saya mengibaratkannya seperti mendaki Gunung Semeru. Tapi saya senang dengan tantangan, karena tantangan membuat adrenalin saya naik. Tantangan lah yang sesungguhnya membuat hidup kita lebih berarti dan bermakna. Alhamdulillah selama ini banyak tantangan dalam hidup ini yang berhasil saya lewati dan selesaikan dengan baik.
Saya sudah memilih. Saya siap dengan segala resikonya. Ibarat sebuah pohon: makin tinggi pohon makin
kencang anginnya. Tapi saya memilih jadi pohon yang tinggi, meski angin begitu kencang menyerang. Saya tidak mau menjadi rumput yang ada di bawah. Karena meski tak diterpa angin kencang, rumput diinjak-injak orang.
Itulah cerita mengapa saya maju menjadi capres. Sebuah proses pengabdian bagi bangsa, bukan sebuah ambisi pribadi. Semoga Allah SWT meridhoi melancarkan jalan saya, dan semoga rakyat Indonesia mendukung saya untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa ini.
Jumat, 30 Agustus 2013
PDRB
PDRB adalah singkatan dari Produk Domestik Regional Bruto. teorinya
sih keseluruhan dari nilai tambah dari sektor-sektor ekonomi yang ada di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. beranjak dari pengalamanku
yang mencari teori PDRB di internet via google ga ketemu, jadi aku mau
post teori ringkasnya di blog aku. bukan aku yang bikin tapi dikutip
dari sumber yang terpercaya. siapa tau aja bermanfaat buat seseorang
entah siapa, dimana dan entah kapan.
Selamat membaca, semoga yang bingung ga’ semakin bingung.
1.1. Konsep dan Defenisi
1.1.1. PDRB
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai output bersih diberi nama secara spesifik, yaitu nilai tambah (value added). Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga produsen. Penilaian pada harga konsumen akan menghilangkan PDRB subsektor perdagangan dan sebagian subsektor pengangkutan.
1.1.1. Output
Dalam suatu proses produksi selama satu tahun, seluruh nilai harga produsen barang/jasa yang diproduksi dinamakan output. Secara teknis penghitungan ini adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga atau tarip jual dari produsen barang atau jasa tersebut.
1.1.2. Input Antara
Input antara merupakan nilai seluruh barang jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. Input antara juga diartikan sebagai biaya antara atau biaya produksi.
1.1.3. Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan dalam proses produksi, dan besarnya sama dengan selisih output dengan input antara. Sebagai contoh seorang tukang mebel selama ia membuat satu set mebel, orang tersebut memerlukan bahan-bahan yang terdiri dari papan, paku, cat, busa dan lain-lain. Perubahan semua nilai bahan diatas menjadi nilai mebel adalah suatu pertambahan nilai.
1.2. Metode Penghitungan
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
1.2.1. Metode Langsung
Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
1.2.1.1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
1.2.1.2.Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.
1.2.1.2. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
1.2.2. Metode Tidak Langsung/Alokasi
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.
1.3. Klasifikasi Lapangan Usaha
Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan/agregasi dari seluruh NTB yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor ekonomi. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional. Pembagian ini sesuai dengan System of National Accounts (SNA). Hal ini juga memudahkan para analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB.
Dengan demikian dalam penyajian buku ini kegiatan ekonomi/lapangan usaha dirinci menjadi: 1). Pertanian, 2). Pertambangan dan Penggalian, 3). Industri Pengolahan, 4). Listrik, Gas dan Air Minum, 5). Konstruksi, 6). Perdagangan, Restoran dan Hotel, 7). Pengangkutan dan Komunikasi, 8). Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9). Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan
1.4. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Hasil penghitungan PDRB disajikan atas harga berlaku dan harga konstan.
1.4.1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.
NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu kabupaten/ kota dengan kabupaten/kota lainnya. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/satuan dari barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan pembeli/konsumen. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan mempunyai nilai ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan proses produksi utamanya.
2. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan sektor konstruksi, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.
3. Untuk sektor-sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan,restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; sewa rumah dan jasa perusahaan; serta pemerintah dan jasa -jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/jasa pada tahun yang bersangkutan.
1.4.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan
Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.
Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
1.4.2.1. Revaluasi
Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.
Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.
1.4.2.2. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.
Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.
1.4.2.3. Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK), indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok.
Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas harga berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.
1.4.2.4. Deflasi Berganda
Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
Dalam kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai.
1.5. Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Dari data PDRB, dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, seperti :
1. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar , yaitu PDRB dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.
2. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor Produksi, yaitu produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk regional neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan Regional.
3. Angka-angka per kapita, yaitu ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan diatas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Data pendapatan regional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian regional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah :
1. PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah regional. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. Pendapatan regional harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu wilayah.
3. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
4. Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.
5. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk.
6. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilayah.
Selamat membaca, semoga yang bingung ga’ semakin bingung.
1.1. Konsep dan Defenisi
1.1.1. PDRB
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai output bersih diberi nama secara spesifik, yaitu nilai tambah (value added). Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga produsen. Penilaian pada harga konsumen akan menghilangkan PDRB subsektor perdagangan dan sebagian subsektor pengangkutan.
1.1.1. Output
Dalam suatu proses produksi selama satu tahun, seluruh nilai harga produsen barang/jasa yang diproduksi dinamakan output. Secara teknis penghitungan ini adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga atau tarip jual dari produsen barang atau jasa tersebut.
1.1.2. Input Antara
Input antara merupakan nilai seluruh barang jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. Input antara juga diartikan sebagai biaya antara atau biaya produksi.
1.1.3. Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan dalam proses produksi, dan besarnya sama dengan selisih output dengan input antara. Sebagai contoh seorang tukang mebel selama ia membuat satu set mebel, orang tersebut memerlukan bahan-bahan yang terdiri dari papan, paku, cat, busa dan lain-lain. Perubahan semua nilai bahan diatas menjadi nilai mebel adalah suatu pertambahan nilai.
1.2. Metode Penghitungan
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
1.2.1. Metode Langsung
Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
1.2.1.1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
1.2.1.2.Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.
1.2.1.2. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
1.2.2. Metode Tidak Langsung/Alokasi
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.
1.3. Klasifikasi Lapangan Usaha
Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan/agregasi dari seluruh NTB yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor ekonomi. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional. Pembagian ini sesuai dengan System of National Accounts (SNA). Hal ini juga memudahkan para analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB.
Dengan demikian dalam penyajian buku ini kegiatan ekonomi/lapangan usaha dirinci menjadi: 1). Pertanian, 2). Pertambangan dan Penggalian, 3). Industri Pengolahan, 4). Listrik, Gas dan Air Minum, 5). Konstruksi, 6). Perdagangan, Restoran dan Hotel, 7). Pengangkutan dan Komunikasi, 8). Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9). Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan
1.4. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Hasil penghitungan PDRB disajikan atas harga berlaku dan harga konstan.
1.4.1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.
NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu kabupaten/ kota dengan kabupaten/kota lainnya. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/satuan dari barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan pembeli/konsumen. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan mempunyai nilai ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan proses produksi utamanya.
2. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan sektor konstruksi, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.
3. Untuk sektor-sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan,restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; sewa rumah dan jasa perusahaan; serta pemerintah dan jasa -jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/jasa pada tahun yang bersangkutan.
1.4.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan
Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.
Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
1.4.2.1. Revaluasi
Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.
Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.
1.4.2.2. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.
Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.
1.4.2.3. Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK), indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok.
Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas harga berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.
1.4.2.4. Deflasi Berganda
Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
Dalam kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai.
1.5. Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Dari data PDRB, dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, seperti :
1. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar , yaitu PDRB dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.
2. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor Produksi, yaitu produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk regional neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan Regional.
3. Angka-angka per kapita, yaitu ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan diatas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Data pendapatan regional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian regional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah :
1. PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah regional. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. Pendapatan regional harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu wilayah.
3. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
4. Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.
5. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk.
6. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilayah.
Jumat, 23 Agustus 2013
KABAR BURUNG DOB
Lampiran
DPR RI NTT
Nusa Tenggara Timur Dewan Perwakilan Rakyat#Komisi
|[[Pius Lustrilanang]]|[[Partai Gerakan Indonesia
Raya]]|Nusa Tenggara Timur I|7|-
|[[Laurens Bahang Dama]]|[[Partai Amanat Nasional]]|Nusa
Tenggara Timur I|11|-
|[[Josef A. Nae Soi]]|[[Partai Golongan Karya]]|Nusa
Tenggara Timur I|5|-
|[[Melchias Marcus Mekeng]]|[[Partai Golongan Karya]]|Nusa
Tenggara Timur I|11|-
|[[Honing Sanny]]|[[Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan]]|Nusa Tenggara Timur I|4|-
|[[Benny Kabur Harman]]|[[Partai Demokrat]]|Nusa Tenggara
Timur I|3 |-
|[[Saleh Husin]]|[[Partai Hati Nurani Rakyat]]|Nusa Tenggara
Timur II|5|-
|[[Fary Djemy Francis]]|[[Partai Gerakan Indonesia
Raya]]|Nusa Tenggara Timur II|5|-
|[[Setya Novanto]]|[[Partai Golongan Karya]]|Nusa Tenggara
Timur II|3|-
|[[Charles J. Mesang]]|[[Partai Golongan Karya]]|Nusa
Tenggara Timur II|9|-
|[[Herman Hery]]|[[Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan]]|Nusa Tenggara Timur II|3|-
|[[Anita Jacoba Gah]]|[[Partai Demokrat]]|Nusa Tenggara
Timur II|8|-
|[[Jefirstson R. Riwu Kore]]|[[Partai Demokrat]]|Nusa
Tenggara Timur II|10|}
Kamis, 22 Agustus 2013
FAKTA KABAR BENUA YANG HILANG
ATLANTIS
Telah 9000 tahun berlalu sejak
perang yang berlangsung antara mereka yang tinggal di luar Pilar-Pilar Heracles
dan mereka yang tinggal di dalamnya. Di satu sisi, kota Athena dilaporkan
menjadi pemimpin perlawanan sementara pihak satunya dipimpin oleh raja-raja
Atlantis, suatu pulau yang bahkan lebih luas dibandingkan Libya dan Asia, yang
kemudian tenggelam karena gempa bumi, dan menjadi tembok tempur yang
menghalangi seluruh pelayaran melalui samudera itu(Critias-360SM). Konon hanya
dua catatan yang menceritakan tentang Atlantis yaitu Dialog Timeaus dan
Critias, keduanya dicatat oleh Plato sekitar 360SM. Dialog ini adalah
percakapan antara Socrates (guru Plato), Hermocrates, Timeaus dan Critias,
Socrates menjelaskan tentang masyarakat ideal versinya, sementara Timeaus dan
Critias bercerita kisah yang bukan fiksi.
Kisah ini merupakan kisah konflik antara bangsa Athena dan Atlantis 9000 tahun sebelum masa Plato. Kisah yang sudah terlupakan tetapi muncul kembali dibawa oleh Solon (600 tahun SM), seorang Sage dari Hellena yang mendapatkan secara lisan dari pendeta Mesir di Sais. Solon menyampaikan kisah ini kepada Dropides, kakek buyut Critias. Dropides menyampaikannya kepada putranya, (yang juga bernama) Critias, dan diteruskan kepada Critias, sang cucu
Kisah ini merupakan kisah konflik antara bangsa Athena dan Atlantis 9000 tahun sebelum masa Plato. Kisah yang sudah terlupakan tetapi muncul kembali dibawa oleh Solon (600 tahun SM), seorang Sage dari Hellena yang mendapatkan secara lisan dari pendeta Mesir di Sais. Solon menyampaikan kisah ini kepada Dropides, kakek buyut Critias. Dropides menyampaikannya kepada putranya, (yang juga bernama) Critias, dan diteruskan kepada Critias, sang cucu
Selama lebih dari 2000 tahun,
Atlantis menjadi dongeng dan banyak ilmuwan yang tidak berani secara
terang-terangan mengakui adanya Atlantis. Tetapi sejak abad pertengahan, kisah
Atlantis menjadi populer di dunia Barat. Banyak yang menganggap Atlantis (jika
ada) terletak di Samudra Atlantis, bahkan ada yang menganggap Atlantis terletak
di Amerika sampai Timur Tengah. Para penduduknya dianggap sebagai Dewa, makhluk
luar angkasa, atau bangsa superior. Tetapi kebanyakan peneliti tidak memberikan
bukti atau telaah yang cukup. Sebagian besar hanya mengira-ngira. Salah satu
peneliti yang mengklaim telah menemukan Atlantis adalah Robert Sarmast, seorang
arsitek Amerika keturunan Persia. Ia menyebutkan bahwa Atlantis dan Taman
Firdaus adalah sama Wilayah di Samudra Pasifik dan Hindia telah diusulkan,
Indonesia, Malaysia atau keduanya (Sundaland), dan kisah benua "Kumari
Kandam" yang hilang di India telah menarik pararel terhadap Atlantis.
Begitu pula dengan monumen Yonaguni di Jepang. Bahkan Kuba dan Bahama juga
telah diusulkan. Menurut Ignatius L. Donnelly dalam bukunya, Atlantis: The
Antediluvian World, terdapat hubungan antara Atlantis dan Aztlan (tempat
tinggal nenek moyang suku Aztek). Ia mengklaim bahwa suku Aztek menunjuk ke
timur Karibia sebagai bekas lokasi Aztlan.
Lokasi yang diduga sebagai lokasi
Atlantis adalah:
* Al-Andalus
* Antartika
* Australia
* Di dekat Siprus
* Kreta dan Santorini
* Turki
* Timur Tengah
* Malta
* Sardinia
* Troya
* Kepulauan Azores
* Tepi Bahama dan Karibia
* Bolivia
* Laut Hitam
* Inggris
* Irlandia
* Kepulauan Canary dan Tanjung Verde
* Denmark
* Finlandia
* Indonesia
* Isla de la Juventud dekat Kuba
* Meksiko
* Laut Utara
* Estremadura, Portugal
* Swedia
LEMURIA
Lemuria/Mu merupakan peradaban kuno
yg muncul terlebih dahulu sebelum peradaban Atlantis.Para peneliti menempatkan
era peradaban Lemuria disekitar periode 75000 SM – 11000 SM.Jika kita lihat
dari periode itu,Bangsa Atlantis dan Lemuria seharusnya pernah hidup bersama
selama ribuan tahun lamanya. Gagasan Benua Lemuria terlebih dahulu eksis
dibanding peradaban Atlantis dan Mesir Kuno dapat kita peroleh penjelasannya
dari sebuah karya Augustus Le Plongeon (1826-1908),seorang peneliti dan penulis
pada abad ke -19 yang mengadakan penelitian terhadap situs2 purbakala
peninggalan Bangsa Maya di Yucatan. Informasi tsb diperoleh setelah
keberhasilannya menterjemahkan beberapa lembaran catatan kuno peninggalan
Bangsa Maya.
Dari hasil terjemahan,diperoleh
beberapa informasi yang menunjukkan hasil bahwa Bangsa Lemuria memang berusia
lebih tua daripada peradaban nenek moyang mereka (Atlantis).Namun dikatakan
juga,bahwa mereka pernah hidup dalam periode waktu yang sama, sebelum kemudian
sebuah bencana gempa bumi dan air bah dasyat meluluh lantahkan dan
menenggelamkan kedua peradaban maju masa silam tersebut. Keadaan Lemuria
sendiri digambarkan sangat mirip dengan peradaban Atlantis,memiliki tanah yang
subur,masyarakat yang makmur dan penguasaan terhadap beberapa cabang ilmu
pengetahuan yang mendalam, faktor-faktor tersebut tentunya menjadi sebuah
landasan pokok bagi Bangsa Lemuria untuk berkembang pesat menjadi sebuah
peradaban yang maju dan memiliki banyak ahli/ilmuwan yang dapat menciptakan
suatu trobosan baru dalam Ilmu pengetahuan dan Teknologi mereka.
Seperti banyak dikemukakan oleh
beberapa pakar spiritual dan arkeologI, bahwa bangsa Lemurian dan Atlantean
menggunakan crystal secara intensif dalam kehidupan mereka. Edgar Cayce,Seorang
spiritualis Amerika melalui channelingnya berkali-kali mengungkapkan hal yang
sama. Kuil Lemuria dan Atlantis menempatkan sebuah crystal generator raksasa
yang dikelilingi crystal lain, baik sebagai sumber tenaga maupun guna berbagai
penyembuhan. Banyak info mengenai atlantis dan lemurian diperoleh dengan
men-channel crystal-crystal 'old soul' yang pernah digunakan pada kedua jaman
ini.
You might also like:
Sumber http://bacaanmu.blogspot.com/2011/03/fakta-kabar-benua-yang-dianggap-hilang.html#ixzz2ciPUeEBG
Langganan:
Postingan (Atom)