Pertamina mencoba teknologi baru untuk menaikkan produksi minyak di
sumur-sumur tua di ladang minyak Tarakan yang sudah berusia lebih 100
tahun. Caranya dengan menggunakan Electrical Submersible Pump (ESP).
Eksploitasi minyak besar-besaran di wilayah Kalimantan Timur sudah
belangsung sejak ratusan tahun lalu. Ribuan juta barrel minyak disedot
dari perut bumi Tarakan dan Sanga-sanga menyebabkan kandungan minyak
tinggal sedikit. Itu sebab, tanpa teknologi baru, mustahil produksi
minyak dari lapangan-lapangan ini dapat dioptimalkan.
Kini, PT Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi dan Produksi (UBEP)
Sanga-sanga dan Tarakan mengembangkan teknologi baru yang diharapkan
bisa menaikkan produksi minyak dari sumur-sumur tua. Lapangan minyak
Sanga-sanga dan Tarakan adalah ladang minyak tua yang selama ini
dikelola oleh PT Medco EP Indonesia melalui Technical Assistance
Contract (TAC) dan sejak 15 Oktober 2008 lalu kerja sama pengelolaan itu
tidak diperpanjang lagi.
Produksi meningkat dari rata-rata 4.300 barrel hingga 5.200 barrel
per hari setelah kedua lapangan yang selama 16 tahun dikelola Medco EP
Indonesia ini kembali dikerjakan sendiri Pertamina. “Berdasarkan
perhitungan kami, dengan teknologi sekarang, Electrical Submersible Pump
(ESP), produksi minyak dapat kita tingkatkan,” papar General Manager
Pertamina UBEP Sanga-sanga Tarakan, Satoto Agustono kepada S Leonard
Pohan wartawan Berita Indonesia di Tarakan, belum lama ini.
Untuk menambang minyak, selama ini PT Medco menerapkan pumping well
atau pompa angguk, gaslift, dan flowing well. Dari sekitar 1.500 sumur
tua di Tarakan dan Sanga-sanga, hanya 103 sumur yang berproduksi, 61
sumur berada di Tarakan. “Kita akan melakukan pengelolaan sumur-sumur
tua yang dalam istilah perminyakan disebut reaktivasi. Kalau sumur itu
masih potensial, kenapa tidak,” ujar Satoto Agustono menjawab Berita
Indonesia atas banyaknya bangunan-bangunan baik milik Pemerintah maupun
kepunyaan masyarakat di Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) di kedua daerah
ini.
Penambangan minyak di Tarakan sendiri sudah berjalan seratus tahun
lebih. Lebih seribu sumur minyak dibor di pulau dengan luas daratan
sekitar 241,5 kilometer (Km2) ini. Sejak ditemukan minyak bumi di
Kampung Satu tahun 1897 akhirnya sebuah perusahaan minyak Belanda
Nederlandsch Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) melakukan
pengeboran pada koordinat X=1812,66 – Y=2974,24 dengan kedalaman 290
meter yang diberi nama sumur Pamusian 1. Pada Tahun 1906 pengelolaan
tambang minyak Tarakan diserahkan kepada Bataafsche Petrolium
Maatschappij (BPM) dengan produksi pertama 23 ton minyak.
Pada
tahun 1928, BPM sudah berhasil membor 418 sumur minyak di Area Pamusian
dengan produksi 22.700 barrel per hari. Melihat produksi ini,
perusahaan minyak Belanda ini memperluas wilayah pengeborannya ke
Sesanip, Gunung Cangkol, Mangatal, dan Juwata. Sampai tahun 1935, BPM
berhasil membor 937 lobang sumur minyak. Sebanyak 857 sumur di Pamusian,
32 sumur Sesanip, dan 68 sumur di Gunung Cangkol dan Juwata.
Pada tahun 1942, masuknya tentara Jepang ke Indonesia, khususnya
Tarakan - ratusan sumur minyak produktif sengaja dirusak dan dibakar
oleh BPM. Pengelolaan minyak di Tarakan diambil alih Jepang, dan pada
bulan Mei 1942 melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan
nama sumur E (Enemi) 657 yang kemudian berlanjut sampai bulan Juli 1945
membor sumur E 829. Atau hanya dalam waktu 3,5 tahun, Jepang berhasil
membor 174 sumur minyak di Tarakan.
Kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II dan Indonesia merdeka, pada
Desember 1946 BPM kembali mengelola ladang minyak di Tarakan. Namun,
karena sesuatu hal, BPM meninggalkan Tarakan. Dari tahun 1950 sampai
tahun 1968 atau selama 18 tahun kegiatan tambang minyak di Tarakan tidak
ada. Pemerintah akhirnya, atau tepatnya 15 Oktober 1968 menyerahkan
pengelolaannya kepada Pertamina. Namun setelah berjalan 2, 5 tahun atau
pada 17 Maret 1971 Pertamina mengadakan Technical Assistance Contract
(TAC) dengan REDCO sebuah perusahaan minyak Amerika, selanjutnya
mengalihkan kepada Tesoro Petroleum Corporation, sebuah perusahaan
Amerika.
Berdasarkan pengalihan tersebut, lapangan Tarakan dikelola Joint
Operation Pertamina Tesoro (JOPT) dan pada 1 Desember 1980 semua
karyawan Pertamina yang diperbantukan ke Tesoro diintegrasikan ke
perusahaan asing ini atau menjadi karyawan Tesoro Indonesia Petroleum
Company (TIPCO). Tapi, pengelolaan lapangan minyak tetap menggunakan
sistem TAC sampai kontrak berakhir pada tanggal 15 Oktober 1980 yang
kemudian diperpanjang 20 tahun.
Tampaknya, Tesoro memilih jalan menjual perusahaan itu. Setelah tiga
tahun berjalan, tepatnya 15 Juni 1992 TIPCO mengalihkan seluruh sahamnya
kepada PT Exspan Kalimantan salah satu anak perusahaan PT Medco Tbk.
Selama 10 tahun, perusahaan minyak yang berpusat di San Antonio Amerika
ini berhasil menggali 17 sumur minyak di Tarakan dengan kerja sama
Production Sharing Contract (PSC). Medco sendiri, selain memelihara
sumur-sumur tua (TAC), berhasil menemukan 33 sumur-sumur minyak dan gas
baru. SLP (Berita Indonesia 68)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar