Tafsir Al-Qur’an Surah Al-‘Aadiyaat
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-‘Aadiyaat (Kuda Perang yang Berlari Kencang)
Surah Makkiyyah; Surah ke 100: 11 ayat
“1. demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, 2. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), 3. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, 4. Maka ia menerbangkan debu, 5. dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh, 6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, 7. dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, 8. dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. 9. Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, 10. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, 11. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan mereka.” (al-‘Aadiyaat: 1-11)
Allah Ta’ala bersumpah dengan kuda yang jika diperjalankan di jalan-Nya maka ia akan berlari dan meringkik. Meringkik adalah suara yang terdengar dari kuda saat berlari. Fal muuriyaati qadhaa (“Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan [kuku kakinya]”) yakni hentakan kaki sepatu kuda ke bebatuan sehingga mengeluarkan percikan api. Fal mughiiraati shubhaa (“Dan kuda-kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi.”) yakni penyerbuan pada waktu pagi hari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukan penyerangan pada pagi hari. Jika beliau mendengar azan, beliau tidak melakukan penyerangan dan jika tidak terdengar azan, maka beliau akan melakukan penyerangan.
Firman Allah Ta’ala: fa atsarnabihii naq’aa (“Maka ia menerbangkan debu.”) yaitu debu di tempat berpacunya kuda. Fa wasathnabihii jam’aa (“Dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.”) maksudnya kuda-kuda itu berkumpul mengambil posisi di tengah-tengah medan.
Firman-Nya lebih lanjut: innal ingsaana lirabbihii lakanuud (“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak beterima kasih kepada Rabbnya”) dan inilah yang menjadi obyek sumpah. Dengan pengertian bahwa manusia itu kufur dan ingkar akan nikmat-nikmat Allah. Dan firman AllahTa’ala: wa innahuu ‘alaa dzaalika lasyahiid (“Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya.”) Qatadah dan Sufyan ats-Tsauri mengatakan: “Sesungguhnya Allah benar-benar menjadi saksi atas semuanya itu. Mungkin juga dhamir itu kembali kepada manusia [insan]. Demikian yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, sehingga perkiraan maknanya sebagai berikut: “Dan sesungguhnya dengan keingkaran itu manusia akan menjadi saksi, yakni dengan lisan halnya.” Artinya, hal tersebut tampak melalui ucapan dan perbuatannya.
Dan firman Allah Ta’ala: wa innahuu lihubbil khairi lasyadiid (“Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.”) maksudnya, sesungguhnya kecintaannya pada harta benar-benar tinggi. Dan hal ini terdapat dua pendapat:
Artinya, dia benar-benar cinta kepada harta
Sesungguhnya dia benar-benar tamak dan kikir karena cintanya pada harta
Kedua pengertian tersebut benar.
Selanjutnya, dengan memotivasi untuk tidak tergoda oleh dunia dan menganjurkan untuk lebih menyukai akhirat serta memperingatkan akan keadaan yang ada setelah keadaan ini dan berbagai hal menyeramkan yang akan dihadapi oleh manusia, maka Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman: a fa laa ya’lamu idzaa bu’tsira maa fil qubuur (“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur?) yakni, orang-orang yang sudah meninggal dunia dikeluarkan dari dalam kubur.
Wa hushshilamaa fil fush shuduur (“dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada.”) Ibnu ‘Abbas dan juga lainnya mengatakan: “Yakni memperlihatkan dan menampakkan apa yang mereka sembunyikan di dalam diri mereka.” Inna rabbahum bihim yauma-idizil lakhabiir (“Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Mahamengetahui keadaan mereka.”) maksudnya, Dia Mahamengetahui semua yang mereka perbuat dan kerjakan serta akan memberikan balasan atasnya dengan balasan yang lebih banyak dan tidak akan pernah mendzalimi mereka sekec
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-‘Aadiyaat (Kuda Perang yang Berlari Kencang)
Surah Makkiyyah; Surah ke 100: 11 ayat
“1. demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, 2. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), 3. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, 4. Maka ia menerbangkan debu, 5. dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh, 6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, 7. dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, 8. dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. 9. Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, 10. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, 11. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan mereka.” (al-‘Aadiyaat: 1-11)
Allah Ta’ala bersumpah dengan kuda yang jika diperjalankan di jalan-Nya maka ia akan berlari dan meringkik. Meringkik adalah suara yang terdengar dari kuda saat berlari. Fal muuriyaati qadhaa (“Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan [kuku kakinya]”) yakni hentakan kaki sepatu kuda ke bebatuan sehingga mengeluarkan percikan api. Fal mughiiraati shubhaa (“Dan kuda-kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi.”) yakni penyerbuan pada waktu pagi hari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukan penyerangan pada pagi hari. Jika beliau mendengar azan, beliau tidak melakukan penyerangan dan jika tidak terdengar azan, maka beliau akan melakukan penyerangan.
Firman Allah Ta’ala: fa atsarnabihii naq’aa (“Maka ia menerbangkan debu.”) yaitu debu di tempat berpacunya kuda. Fa wasathnabihii jam’aa (“Dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.”) maksudnya kuda-kuda itu berkumpul mengambil posisi di tengah-tengah medan.
Firman-Nya lebih lanjut: innal ingsaana lirabbihii lakanuud (“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak beterima kasih kepada Rabbnya”) dan inilah yang menjadi obyek sumpah. Dengan pengertian bahwa manusia itu kufur dan ingkar akan nikmat-nikmat Allah. Dan firman AllahTa’ala: wa innahuu ‘alaa dzaalika lasyahiid (“Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya.”) Qatadah dan Sufyan ats-Tsauri mengatakan: “Sesungguhnya Allah benar-benar menjadi saksi atas semuanya itu. Mungkin juga dhamir itu kembali kepada manusia [insan]. Demikian yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, sehingga perkiraan maknanya sebagai berikut: “Dan sesungguhnya dengan keingkaran itu manusia akan menjadi saksi, yakni dengan lisan halnya.” Artinya, hal tersebut tampak melalui ucapan dan perbuatannya.
Dan firman Allah Ta’ala: wa innahuu lihubbil khairi lasyadiid (“Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.”) maksudnya, sesungguhnya kecintaannya pada harta benar-benar tinggi. Dan hal ini terdapat dua pendapat:
Artinya, dia benar-benar cinta kepada harta
Sesungguhnya dia benar-benar tamak dan kikir karena cintanya pada harta
Kedua pengertian tersebut benar.
Selanjutnya, dengan memotivasi untuk tidak tergoda oleh dunia dan menganjurkan untuk lebih menyukai akhirat serta memperingatkan akan keadaan yang ada setelah keadaan ini dan berbagai hal menyeramkan yang akan dihadapi oleh manusia, maka Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman: a fa laa ya’lamu idzaa bu’tsira maa fil qubuur (“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur?) yakni, orang-orang yang sudah meninggal dunia dikeluarkan dari dalam kubur.
Wa hushshilamaa fil fush shuduur (“dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada.”) Ibnu ‘Abbas dan juga lainnya mengatakan: “Yakni memperlihatkan dan menampakkan apa yang mereka sembunyikan di dalam diri mereka.” Inna rabbahum bihim yauma-idizil lakhabiir (“Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Mahamengetahui keadaan mereka.”) maksudnya, Dia Mahamengetahui semua yang mereka perbuat dan kerjakan serta akan memberikan balasan atasnya dengan balasan yang lebih banyak dan tidak akan pernah mendzalimi mereka sekec